Kamis 10 Oct 2019 02:50 WIB

Akademisi: Tak Soal Jika Partai Oposisi Dapat Jatah Menteri

Masuknya partai oposisi di pemerintahan justru dianggap positif oleh akademisi.

Presiden Joko Widodo berjabat tangan dengan cawapres nomor urut 01 KH Maruf Amin (kanan).
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Presiden Joko Widodo berjabat tangan dengan cawapres nomor urut 01 KH Maruf Amin (kanan).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Universitas Indonesia (UI) Ade Reza Hariyadi menilai, tidak menjadi persoalan bagi jalannya pemerintahan ke depan jika memang kalangan oposisi ditarik masuk ke dalam kabinet. Pendapat itu ia sampaikan untuk menanggapi wacana Gerindra mendapat jatah menteri.

"Sebenarnya, dalam politik kita kan tidak dikenal yang namanya oposisi," katanya, saat dihubungi Antara, di Jakarta, Rabu.

Baca Juga

Tidak hanya Gerindra, menurut Ade, seandainya ada partai politik lain yang selama ini bersikap oposisi lalu kemudian dimasukkan dalam kabinet juga tidak masalah. Menurut dia, bergabungnya kalangan oposisi ini justru menjadi kesempatan untuk membangun pemerintahan konsensus yang inklusif.

Persoalan yang muncul, menurut dia, sebenarnya hanya karena ada pandangan bahwa harus ada oposisi. Kubu oposisi ditafsirkan sebagai kekuatan yang berseberangan dengan pemerintah.

"Justru dengan bergabungnya oposisi ini menunjukkan sinyal politik yang positif. Tidak ada fragmentasi. Stabilitas politik dan sosial lebih mudah dijaga," tuturnya.

Namun, menurut dia, bukan berarti kemudian pemerintahan akan kehilangan kekuatan untuk melakukan check and balance, sebab masih ada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

"Nah, bagaimana memfungsikan DPR untuk melakukan kontrol politik yang efektif," ucapnya.

Reza mengingatkan DPR juga jangan kemudian diidentikkan dengan adanya dua faksi, yakni mendukung atau berseberangan di dalam lembaga itu. Maka dari itu, ia mengatakan fungsi kontrol politik di DPR bisa pula dilakukan oleh parpol-parpol yang sebelumnya mendukung presiden terpilih pada pemilu atau kalangan parpol koalisi.

Pola seperti itu, menurut Ade, pernah terjadi saat pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ketika dikritik justru banyak muncul fraksi-fraksi parpol pendukung pemerintah di DPR.

"Meskipun oposisi masuk ke kabinet, fungsi check and balance akan tetap jalan," ujarnya.

Apalagi, kata dia, kekuatan publik yang sekarang ini semakin kritis menyikapi berbagai kebijakan pemerintah sehingga menjadi kontrol efektif bagi pemerintah.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement