Rabu 09 Oct 2019 06:19 WIB

'Keriuhan' Anggaran Renovasi Rp 2,4 Miliar

Pemprov klaim sudah menghemat pengeluaran dari Rp 2,9 miliar menjadi Rp 2,4 miliar.

Rumah dinasi Gubernur DKI Jakarta di kawasan Suropati, Menteng, Jakarta Pusat.
Foto: dok Republika
Rumah dinasi Gubernur DKI Jakarta di kawasan Suropati, Menteng, Jakarta Pusat.

REPUBLIKA.CO.ID, Kritik soal besarnya anggaran sebesar Rp 2,4 miliar untuk renovasi rumah dinas Gubernur DKI Jakarta, yang kini didiami oleh Anies Rasyid Baswedan, bermunculan. Setelah mendapat banyak kritik, Kepala Dinas Cipta Karya, Pertanahan, dan Tata Ruang (Kadis Citata) Provinsi DKI Jakarta, Heru Hermawanto, menjelaskan, bangunan tua yang dijadikan sebagai rumah dinas Gubernur Provinsi DKI Jakarta adalah bangunan bersejarah dan berstatus cagar budaya.

Bangunan tersebut mulai difungsikan sejak 1916 untuk rumah dinas Wali Kota Batavia. Sejak 1949, rumah dinas tersebut dimanfaatkan sebagai rumah dinas milik Pemprov DKI Jakarta dan telah melewati momen sejarah yang panjang. Nilai sejarah pada bangunan tersebut membuat rumah dinas itu kini berstatus sebagai cagar budaya yang harus dirawat dan dilindungi.

"Adalah tugas dan kewajiban Pemprov DKI untuk secara periodik melakukan perawatan dan pemeliharaan terhadap bangunan cagar budaya di Jakarta, termasuk rumah dinas Gubernur DKI, baik dalam keadaan terhuni maupun tidak,” kata Heru menjelaskan, di Balai Kota Jakarta, pada Selasa (8/10).

Menurut Heru, renovasi bangunan tua ini dilakukan untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi akibat usia bangunan. Tujuannya, untuk menjaga kelestarian bangunan cagar budaya. “Istilah yang digunakan dalam program pemerintah adalah 'renovasi', tapi sesungguhnya ini adalah kegiatan 'reparasi',” ujar Heru.

Heru meluruskan informasi di masyarakat dan menjelaskan bahwa kegiatan reparasi bangunan tua ini bukan bertujuan untuk memperindah, melainkan bertujuan untuk memperbaiki semua kerusakan akibat usia bangunan yang semakin tua. Dengan demikian, tidak ada penambahan soal fasilitas yang disebut, seperti fasilitas lift dan segala macamnya.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta Sri Mahendra Satria Wirawan mengatakan, proses perencanaan dan penganggaran renovasi bangunan tua ini dimulai pada 2015. Semua dilakukan melalui mekanisme dan prosedur yang berlaku dengan memperhatikan tingkat kerusakan dan juga menjaga tata kelola pemerintahan yang baik.

"Rencana detail selesai pada 2016 dan masuk ke pembahasan RAPBD 2017. Pada 2 Oktober 2016, rencana renovasi (reparasi) bangunan tua ini disahkan dalam APBD 2017 dengan nilai Rp 2,9 miliar,” kata Mahendra.

Namun, Mahendra menyebut, rencana itu tidak dilaksanakan pada 2017. Lalu, rencana ini direvisi dalam pembahasan RAPBD 2018, tetapi juga akhirnya pada 2018 tidak jadi dilaksanakan karena arahan dari Gubernur Anies Baswedan agar tidak memprioritaskan renovasi bangunan rumah.

“Sejak itu, di perencanaan tahun 2018 dan 2019, renovasi (reparasi) tidak dimasukkan dalam rencana. Dalam pembahasan rencana tahun 2020, dimasukkan, karena perbaikan atas kerusakan pada bangunan tua ini mulai makin mendesak,” ujar dia.

Perencanaan untuk tahun 2020 ini dilakukan dengan penyisiran ulang atas kebutuhan reparasi sehingga bisa dilakukan penghematan. “Semula, di APBD 2017 dianggarkan Rp 2,9 miliar dan setelah di-review lagi dengan hanya melakukan perbaikan yang memang perlu, maka bisa dihemat menjadi Rp 2,4 miliar. Ini artinya, kita berhemat sekitar 20 persen dari anggaran sebelumnya,” kata Mahendra menjelaskan.

Perlu diketahui, umur bangunan yang tua itu telah membuat banyak bagian, khususnya kayu-kayu di bagian atap, mengalami penurunan kualitas dan tidak bisa dipertahakankan. Ia menegaskan, cagar budaya ini harus terus dirawat, siapa pun gubernur yang menjabat.

"Apalagi, saat ini Gubernur Anies Baswedan dan keluarga tidak tinggal di rumah dinas, tetapi selalu tinggal di rumah pribadinya, maka proses perbaikan/reparasi menjadi lebih sederhana,” ujar Heru menambahkan.

Sejak dilantik pada 2017, Anies dan keluarganya memang tidak tinggal di rumah dinas tersebut. Namun, Anies memilih tetap tinggal di rumah pribadinya di wilayah Lebak Bulus, Jakarta Selatan.

Sebelumnya, anggota DPRD DKI Jakarta mengkritik tajam soal biaya renovasi Rp 2,4 miliar yang dianggap terlalu besar. Anggota DPRD DKI dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI), William Aditya Sarana, menilai tidak pantas bagi gubernur merenovasi dengan besaran biaya seperti itu saat ada warga Jakarta yang masih hidup dengan tidak layak.

Hal yang sama juga disampaikan anggota DPRD DKI Jakarta dari Partai Golkar, Basri Baco. Ia mengingatkan Pemprov DKI, khususnya Anies, lebih peka dengan kondisi masyarakat Jakarta saat ini. Warga Jakarta masih banyak yang hidup di bawah garis kemiskinan sehingga tidak layak anggaran sebesar Rp 2,4 miliar dipakai hanya untuk merenovasi rumah dinas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement