Selasa 08 Oct 2019 21:35 WIB

Amandemen UUD 1945 Masih Dikaji

MPR masih melakukan kajian amandemen UUD 1945.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Muhammad Hafil
Gedung DPR
Gedung DPR

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA-- Anggota DPR dari Fraksi PDIP, Masinton Pasaribu, memberikan tanggapan atas usulan Fraksi Nasdem soal amandemen UUD 1945 secara menyeluruh. Menurut Masinton, perihal revisi itu masih dikaji oleh MPR.  

"Belum lah, belum lah. Masih ada kajian MPR. Kajian yang dilakukan tim kajian MPR tentang perlunya dilakukan amandemen terbatas, itu pun terkait dengan pembangunan semesta berencana," ujar Masinton kepada wartawan usai mengisi diskusi di Tebet, Jakarta Selatan, Selasa (8/10). 

Baca Juga

Dia melanjutkan, sebuah negara yang besar tidak boleh melaksanakan pembangunan secara terputus-putus.  Dengan kata lain, tutur Masinton, tidak boleh hanya berdasarkan visi dan misi Presiden saja.  

"Jadi harus berkesinambungan. Negara Amerika Serikat Cina, Rusia, Brazil, semua melakukan itu, " ungkap Masinton.  

Namun, dirinya menolak jika ide amandemen UUD 1945 membuka peluang kepada demokrasi terpimpin. Masinton mencontohkan Amerika Serikat menerapkan halauan negara tetapi tidak terjadi demokrasi yang terpimpin. 

Sehingga, menurutnya yang dimaksud adalah konsepsi negara. "Garis-garis Besar Halauan Negara (GBHN) nya ada. Ideal bernegara juga begitu. Sehingga untuk generasi muda, negara menyiapkan pembangunan yang berkesinambungan untuk generasi berikutnya. Bukan hanya 5-10 tahun sehingga pembangunannya terarah," tutur Masinton.  

Dia menambahkan, halauan negara tidak cukup disematkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJMN) saja. "Tidak cukup, karena itu harus diletakkan dalam haluan negara. Dan itu tidak bertabrakan juga dengan sitem presidensial kita, presiden yang dipilih rakyat. Tapi sebuah negara harus dibuat oleh negara," katanya.  

Sebelumnya, Ketua Fraksi Partai Nasdem Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Johnny G. Plate berpendapat amandemen Undang-undang Dasar 1945 harus dilakukan secara komprehensif. Menurut dia, kembalinya haluan negara tak bisa dibahas secara sepotong-potong.

Johnny menuturkan, salah satu hal yang harus dibahas yakni masa jabatan presiden. Dia menyebut usulan pembahasan yang komprehensif itu muncul dari masyarakat yang menyarankan agar masa jabatan presiden menjadi 1x8 tahun, 3x4 tahun, atau 3x5 tahun. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement