REPUBLIKA.CO.ID, oleh Flori Sidebang
Polda Metro Jaya telah menetapkan 13 orang sebagai tersangka dalam kasus penculikan dan penganiayaan pegiat media sosial Ninoy Karundeng. Sebanyak 12 tersangka sudah ditahan dan satu orang ditangguhkan penahannya karena alasan kesehatan.
Salah satu tersangka yang baru ditetapkan adalah Sekretaris Jenderal Persaudaraan Alumni (PA) 212, Bernard Abdul Jabbar. Bernard diduga ikut mengintimidasi Ninoy saat terjadinya penculikan dan penganiayaan pada 30 September lalu.
"Dia ada di lokasi dan dia ikut mengintimidasi daripada korban," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Argo Yuwono.
Ketua Media Center PA 212, Novel Bamukmin membantah adanya penculikan dan penganiayaan terhadap Ninoy Karundeng. Novel menilai, penggunaan kata penculikan dapat menyesatkan opini yang muncul.
"Harus diklarifikasi nih bahwa tidak ada penculikan, karena bahasa penculikan framing untuk penyesatan opini," kata Novel saat dikonfirmasi, Selasa (8/10).
Novel pun membantah bahwa pengurus Masjid Al Falah, Pejompongan, Jakarta Pusat melakukan pemukulan terhadap salah satu relawan Jokowi itu. Novel menyebut, sebelum memasuki masjid, wajah Ninoy sudah lebam dan pengurus masjid hanya menginterogasi Ninoy, seperti dalam rekaman video yang beredar di media sosial.
"Setahu saya dari langsung pengurus masjid tidak ada kekerasan hanya interogasi saja seperti di video yang viral itu dan masuk ke dalam masjid Ninoy sudah lebam wajahnya," ungkap Novel.
Novel mengungkapkan, Ninoy yang saat itu sedang merekam aksi unjuk rasa justru mendatangi massa dan melontarkan perkataan provokatif. Ninoy pun menjadi bulan-bulanan massa sehingga wajahnya babak belur sebelum memasuki masjid.
Novel menjelaskan, Ninoy akhirnya diamankan ke masjid oleh pengurus masjid dan Ustaz Bernard Abdul Jabbar agar tidak diamuk massa. "Ninoy yang datang ke massa (demo) kemudian meliput, namun dengan narasi memprovokasi massa lalu diamankan oleh para pengurus masjid dan Ustaz Bernard Abdul Jabbar dibawa ke dalam masjid," ungkap Novel.
Di sisi lain, Novel merasa kecewa dengan tindakan Ninoy yang melaporkan beberapa orang kepada polisi. Padahal menurutnya, orang-orang tersebut justru telah menolong Ninoy.
"Seharusnya Ninoy tahu diri dan berterima kasih kepada pengurus masjid karena sudah dilindungi bahkan dijamu sampai pulang pun diantar bahkan motornya diangkut dengan mobil yang pengurus sewa," imbuh Novel.
Meski demikian, Novel mengaku tetap menghargai proses hukum yang sedang berjalan. Menurutnya, Ninoy berhak melakukan pelaporan sebagai warga negara.
Novel pun berharap agar kasus ini dapat terselesaikan secara adil. Dia yakin bahwa fakta akan berpihak kepada kubu PA 212.
"Nanti hakim yang tentukan di sidang bahwa kasus buzzer Jokowi yang diduga penyebar hoaks dan provokasi itu dalam penculikan atau bukan," ucapnya.
Ninoy ungkap kronologi
Ninoy Karundeng, pada Senin (7/10), menceritakan kronologi penculikan dan penganiayaan terhadap dirinya yang terjadi di daerah Pejompongan, Jakarta Pusat pada 30 September lalu. Ninoy menuturkan, peristiwa itu bermula ketika dirinya merekam aksi unjuk rasa di wilayah tersebut.
Tiba-tiba, sejumlah orang tidak dikenal menyeret dan membawanya masuk ke dalam Masjid Al-Falah di daerah Pejompongan. Sekelompok orang itu menginterogasi dan menganiaya Ninoy di dalam masjid. Sebelum dibawa masuk ke dalam masjid, ia juga dianiaya di luar masjid selama dua menit.
"Begitu dia tahu bahwa saya adalah relawan Jokowi, saya langsung dipukul dan diseret ke dalam masjid. Di situlah saya diinterogasi, ditanya-tanya. Setiap pertanyaan-pertanyaan yang muncul, saya jawab, jawaban-jawaban itu tidak mendapatkan respons baik. Saya tetap dipukuli setiap saat," kata Ninoy di Mapolda Metro Jaya, Senin (7/10).
Bahkan, sambung Ninoy, dia juga mendapat ancaman pembunuhan dari seseorang yang dipanggil 'Habib'. Dia pun berusaha meminta perlindungan dan memohon agar dibebaskan dengan alasan memiliki keluarga yang masih membutuhkannya.
"Seseorang yang dipanggil habib itu memberi ultimatum kepada saya bahwa waktu saya pendek karena kepala saya akan dibelah," ungkap Ninoy.
Tidak hanya menerima ancaman akan dibunuh, Ninoy juga mendengar sebuah pernyataan dari orang-orang yang menganiayanya bahwa mereka akan membuang mayat dirinya di tengah-tengah aksi unjuk rasa.
Selain itu, orang-orang yang menganiaya Ninoy juga memeriksa telepon genggam dan laptop miliknya. Meski demikian, Ninoy tidak mengenali orang-orang tersebut karena peristiwa penganiayaan itu berlangsung cepat.
"Saya tidak bisa mengenali sama sekali karena peristiwa itu begitu cepat. Saya dipukul bertubi-tubi dan diseret. Saya tidak tahu itu siapa karena saya enggak melihat," ujar Ninoy.
Usai menyiksa Ninoy, sekelompok orang akhirnya memesan jasa GoBox untuk memulangkan Ninoy beserta motor yang telah dirusak.
"Saya dilepaskan itu karena sudah siang, karena saya bawa motor di situ, nah motor saya minta diambilkan sama mereka. Motor saya dirusak dan kuncinya juga dibuang," ucap Ninoy.