BEKASI, AYOBANDUNG.COM -- Telur ceplok atau telur dadar rasanya sudah tak asing bagi masyarakat Indonesia. Kedua jenis makanan ini menjadi kudapan yang paling mudah dibuat, bahkan oleh mereka yang tak bisa masak sekalipun. Persis dengan mie instan.
Namun, apakah Anda tahu bagaimana sejarahnya telur ceplok dan telur dadar? Traveling chef yang juga dikenal sebagai pegiat sejarah kuliner Indonesia, Wira Hardiyansyah mau sedikit berbagi cerita.
AYO BACA : Tips Telur Dadar Renyah Ala Traveling Chef
“Sebenarnya kalau cerita soal sejarah bisa panjang. Penamaan ‘ceplok’ itu asalnya dari Jawa yang artinya ya di-plok gitu, langsung dibuka terus digoreng. Ada yang nyebut telur ceplok itu telur mata sapi, kenapa dinamakan telur mata sapi juga ada lagi ceritanya,” kata Wira.
Dalam bahasa sederhana, telur ceplok berarti telur yang digoreng tanpa proses pengadukan atau percampuran terlebih dulu, sehingga tampilannya natural. Kuning telur selalu berada terpisah dari putihnya.
AYO BACA : Amankah Mengonsumi Telur Mentah?
Jika dibuka dengan sempurna, posisi kuning berada di tengah, mirip seperti mata sapi. Akan tetapi, jika tidak sempurna, posisi kuning telur bisa berantakan, namun tetap terpisah dari putihnya.
“Untuk bikin telur ceplok yang benar-benar ‘mata sapi’ memang ada teknik tertentu. Mengatur tingkat kematangannya, mau overcooked, medium, atau half-cooked juga ada teknik sendiri,” ujarnya.
Sementara untuk telur dadar, Wira menjelaskan bahwa sejatinya itu hanya sebuah nama dari olahan telur menggunakan bahasa Indonesia. Di luar negeri, seperti benua Eropa dan Amerika, telur dadar dikenal dengan omelet.
“Kalau istilah ‘dadar’ itu artinya lebar atau dilebarkan. Jadi, telurnya dikocok dulu baru digoreng melebar,” katanya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, dadar berarti telur yang dikocok atau diaduk bersama bumbu (bawang, merica, garam, dan sebagainya) kemudian digoreng, berbentuk pipih.
AYO BACA : Telur Putih vs Telur Cokelat, Mana yang Lebih Sehat?