Selasa 08 Oct 2019 15:52 WIB

Akankah Gerindra Gabung Koalisi Jokowi?

Gerindra telah melakukan pembicaraan portofolio kabinet dengan pihak Istana.

Rep: Nawir/Arif/Rizky/ Red: Teguh Firmansyah
Suasana pertemuan Jokowi dan Prabowo pascapilpres di stasiun MRT, Jakarta
Foto: BPMI
Suasana pertemuan Jokowi dan Prabowo pascapilpres di stasiun MRT, Jakarta

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peta perpolitikan nasional masih sangat dinamis. Gerindra yang sebelumnya mendukung capres Prabowo habis-habisan kini berpeluang bergabung dengan seterunya di koalisi Joko Widodo.

Hal itu dikonfirmasi Gerindra ihwal pembicaraan portofolio kabinet dengan pihak Istana.  Dengan begitu, Jika Gerindra bergabung, otomatis hanya PKS yang tegas-tegas berada di jalur oposisi.

Baca Juga

Wakil Ketua Umum Gerindra Sufmi Dasco Ahmad menyatakan, Gerindra tidak mengincar posisi menteri tertentu dalam kabinet 2019 - 2024. Meski, ia mengaku Gerindra telah menggelar pembicaraan soal portofolio kabinet dengan Istana.

"Kami sebenarnya tidak mengincar posisi-posisi dalam jabatan tertentu. Ketika kami ditawarkan untuk membantu pemerintah, kami juga menawarkan konsep ke pemerintah," kata. Dasco saat dikonfirmasi di Kompleks Parlemen RI, Jakarta, Selasa (8/10).

Gerindra sempat dikaitkan dengan posisi menteri pertanian dan menteri pertahanan. Namun Dasco tak membenarkan isu tersebut.  Menurutnya, Gerindra hanya mengemukakan konsep ke Pemerintahan Joko Widodo. Konsep itu terkait ketahanan pangan, energi, keamanan dan ekonomi.

"Nah ketika pemerintah setuju, mana yang dia setujui, bidangnya apa, kalau sudah ketemu bidang baru kita ngomong orang. Nah jadi kalau dari awal incar ini itu, kayaknya enggak deh," ucap Wakil Ketua DPR RI itu.

photo
Ketua DPR Puan Maharani (ketiga kanan) bersama Wakil Ketua DPR Rachmat Gobel (kedua kiri), M Aziz Syamsuddin (keempat kiri), Sufmi Dasco Ahmad (kanan) bersiap memimpin rapat pimpinan fraksi - fraksi DPR di ruang Komisi VII, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (4/10/2019).

Kabar Gerindra mendapat posisi menteri menguat pascakeputusan Prabowo yang mengalah memberikan kursi ketua MPR ke Bambang Soesatyo dari Golkar. Padahal sejak awal Gerindra mengincar posisi tersebut sebagai bagian dari proses rekonsiliasi. Prabowo mengalah usai melakukan komunikasi dengan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri.

Menurut Dasco, penentuan sikap soal bergabung atau tidaknya mereka ke dalam kabinet Joko Widodo-Ma'ruf Amin akan dibahas dalam rapat kerja nasional (Rakernas). Rencananya, acara tersebut akan digelar dalam waktu dekat. "Untuk pembicaraan soal masuk atau tidak di kabinet, nah Partai Gerindra akan memutuskan dalam suatu rakernas," ujar Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Sufmi Dasco.

Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Gerindra Fadli Zon menanggapi wacana masuknya kader Gerindra ke dalam komposisi menteri kabinet Jokowi-Ma'ruf. Ia menyatakan, belum ada pembicaraan formal mengenai hal tersebut.

Ia menyatakan keputusan bergabung dengan koalisi pendukung pemerintah merupakan kewenangan Ketum Gerindra Prabowo Subianto. Hingga saat ini, menurutnya Prabowo belum memutuskan resmi gabung dengan Koalisi Indonesia Kerja (KIK). "Belum ada pembicaraan formal ke Gerindra soal itu dan kita sudah sampaikan bahwa keputusan berkoalisi atau oposisi di tangan Prabowo," katanya saat diwawancara di Universitas Nasional pada Selasa, (8/10).

Sementara itu, partai Koalisi pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) menyerahkan sepenuhnya ke Presiden Joko Widodo soal isu masuknya Gerindra dalam portofolio kabinet. Partai koalisi menganggap kabinet menjadi hak prerogatif Jokowi.

"Kan itu urusan presiden, kalau sudah ke Menteri itu urusan Presiden," ujar Ketua DPP PDIP Bambang Wuryanto saat dikonfirmasi di Kompleks Parlemen RI, Jakarta, Selasa (8/10).

Bambang menyatakan, PDIP sebagai pemenang Pemilu pun menyerahkan pada Jokowi soal jatah menterinya. Adapun kader yang diajukan PDIP ada di tangan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri.

Bambang mengisyaratkan, PDIP hampir pasti mendapatkan jatah kursi menteri paling banyak.  "Kalau itu, tidak usah ngomong pasti tau, wong kita pemenang pemilu nya kok. Kalau paling banyak anggaplah Menteri PDIP dikasih 8 menteri, kader kita juga tidak ada," gurau pria yang kerap disapa Bambang Pacul itu.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Partai Nasdem Johnny G Plate juga menegaskan, nomenklatur dan anggota kabinet menjadi hak prerogatif presiden yang harus dihormati. Ia pun meminta agar isu pembagian menteri tidak dihembuskan sembarangan, termasuk soal masuknya Gerindra ke kabinet.

Berharap oposisi

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera mengaku tak masalah dengan hal wacanan Gerindra bergabung ke koalisi Jokowi.

Namun, ia tetap berharap partai yang dipimpin oleh Prabowo Subianto itu tetap menjadi oposisi pemerintah. Sebab, perlu ada mekanisme check and balances untuk pemerintah dalam kerjanya.

"Negeri ini perlu kekuatan penyeimbang untuk menjaga agar kepentingan publik dapat terjaga," ujar Mardani saat dihubungi, Selasa (8/10).

PKS sejak awal menasbihkan diri sebagai oposisi pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin. Dalam mengambil peran tersebut, dibutuhkan pula dukungan partai lain yang juga mengambil jalan yang sama.

Jika tawaran Partai Gerindra itu benar dan diterima, PKS siap menjadi oposisi tunggal. Sebab, peran tersebut harus tetap ada agar kerja pemerintah bisa diawasi dan kritisi.

"PKS siap memikul beban ini dan yakin akan tetap mampu menjaga kepentingan publik bersama para aktivis kemanusian dan civil society termasuk para mahasiswa dan pelajar," ujar Mardani.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement