REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Staf Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Desk Papua, Moksen Sirfefa menganggap lembaga kemanusiaan memiliki peran dalam meredam konflik kemanusiaan di Wamena. Menurutnya, lembaga-lembaga kemanusiaan dapat kembali menata peradaban masyarakat Wamena melalui program yang mereka bawa.
“Masyarakat di Papua itu bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi tanggung jawab semua pihak masyarakat sipil, dan teman-teman yang bergerak di bidang kemanusiaan. Jadi sambil melaksanakan program-program lembaga, juga memberikan pendampingan wawasan,” ujar Moksen dalam keterangan yang diterima Republika.co.id, Sabtu (5/10).
Program tersebut, kata Moksen, bisa berupa pengetahuan kognitif maupun spiritual. Dalam ranah kognitif, pengetahuan yang dibagikan dapat berupa kepedulian lingkungan. “Kecerdasan juga spiritualitas sangat penting. Dengan spiritualitas, orang memandang manusia sebagai manusia dan mampu meredam gesekan yang terjadi di masyarakat,” tambahnya.
Menurut dia, peran pendampingan spiritualitas merupakan cara yang paling tepat dilakukan oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM). Salah satunya dengan menghadirkan tokoh-tokoh agama yang ditugaskan untuk mendampingi masyarakat.
Kehadiran lembaga kemanusiaan dalam penanganan konflik Wamena, juga diapresiasi Komisioner Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) Amiruddin Al Rahab. Menurut Amiruddin, sikap tanggap darurat yang dilakukan lembaga kemanusiaan, seperti membantu pengungsi kembali ke kampung halaman dan memberikan bantuan kemanusiaan, adalah hal sangat diperlukan oleh warga Wamena saat ini. “Soal kemanusiaan tidak mengenal lagi identitas lain, mari kita lakukan bersama-sama,” kata Amiruddin.
Direktur Eksekutif Papua Center Universitas Indonesia, Bambang Shergi Laksmono juga mengatakan, posisi lembaga kemanusiaan yang fleksibel, membuat mereka bisa hadir dalam segala kondisi. Mulai dari aksi tanggap darurat, normalisasi kehidupan, rekonsiliasi, rehabilitasi, dan transformasi jangka panjang.
“Pertama penanganan kemanusiaan kedaruratannya dulu, lalu nanti bisa rekonsiliasi, rehabilitasi, dan transformasi mendasar,” ungkap Bambang.