Sabtu 05 Oct 2019 05:00 WIB

Ketua Dewan di Kuasa Pro Pemerintah, Ini Kekhawatiran Siti

Komposisi ketua di legislatif sesuai dengan hasil pemilu.

Rep: Sapto Andika/ Red: Teguh Firmansyah
Suasana pemilihan ketua MPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (3/10).
Foto: Republika/Febrianto Adi Saputro
Suasana pemilihan ketua MPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (3/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kubu pro presiden Joko Widodo menguasai seluruh posisi ketua di jajaran legislatif.  Ketua DPR dipegang Puan Maharani yang merupakan politikus PDIP, pendukung utama Presiden Joko Widodo.

Ketua MPR dijabat oleh Bambang Soesatyo, politikus Partai Golkar yang juga pendukung presiden. Kemudian ketua DPD dimenangi oleh La Nyalla Matalliti yang pada pilpres lalu menyatakan dukungannya ke Jokowi. 

Baca Juga

Muncul kekhawatiran di tengah masyarakat seragamnya arah dukungan politik kepada pemerintah ditakutkan akan memperlemah fungsi pengawasan parlemen kepada pemerintah. 

Peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro menilai, ada risiko ketidakberpihakan pemerintah dan lembaga perwakilan rakyat terhadap aspirasi masyarakat. Keduanya, baik legislatif dan eksekutif, dikhawatirkan akan tutup telinga terhadap suara rakyat.

Siti menjelaskan, komposisi pimpinan parlemen yang dikuasai oleh pihak koalisi pendukung pemerintah memang tidak mengagetkan. Hal ini sudah sejalan dengan hasil pemilihan umum yang berlangsung dengan biaya mahal tahun ini. 

Hanya saja, ujarnya, proses pemilu yang lalu hanya akan melanjutkan sistem eksekutif-legislatif yang tak jauh berubah dibanding pada periode 2014-2019.

"Yang tampak sekarang pascapemilu ternyata soliditas koalisi tidak terjaga. Lobi hanya untuk kepentingannya. Jadi tidak jauh beda dengan peran yang dimainkan DPR RI (sebelumnya). Saya lihat sulit kita gantungkan harapan kepada parlemen," jelas Siti, Jumat (4/10).

Menurut Siti, dalam sistem kepemimpinan presidensial yang dianut Indonesia, terdapat fungsi checks and balances (pengawasan dan perimbangan) oleh legislatif kepada eksekutif. 

Setidaknya ada tiga yang hal, menurut Siti, yang harus dipenuhi anggota parlemen periode 2019-2024 agar fungsi pengawasan dan perimbangan berjalan.

Pertama, parlemen benar-benar bisa mengawasai dan mengoreksi kebijakan pemerintah. Kedua, parlemen dan pemerintah harus bisa menjalankan fungsi legislasi dengan menerbitkan aturan perundang-undangan yang memihak kepentingan rakyat. Kemudian ketiga, parlemen dan pemerintah harus bisa menjalankan fungsi penganggaran.

"Semuanya bisa dilakukan tidak? Lagi-lagi akan menafikan aspirasi, kepentingan dan kemanfaatan rakyat dan masyarakat luas. Apalagi, mereka dilantik di tengah demo yang luar biasa," katanya.

Siti pun mengingatkan pemerintahan Jokowi-Maruf nanti untuk lebih peka terhadap fungsi checks and balances ini. Menurutnya, Jokowi harus menghentikan seluruh politik pencitraan yang berpotensi terjadi. Jokowi, ujar Siti, harus mampu membuktikan kepada rakyat bahwa tidak ada persengkokolan antara pemerintah dengan legislatif.

"Jangan ada dusta di antara kita. Jangan ada pembuatan regulasi yang tidak rakyat-friendly dan tidak mewakili kepentingan rakyat," katanya.

Sementara itu, Sekretaris Kabinet Pramono Anung merasa seragamnya 'warna' antara eksekutif dan legislatif tidak akan menyurutkan berjalannya sistem pengawasan dan perimbangan. "Dalam kehidupan demokrasi, kritik itu akan datang bertubi-tubi, mau Ketua DPR PDIP atau apa, nggak ngaruh," kata Pramono.

Rakyat, ujar Pramono, masih memiliki kekuatan besar dalam menyampaikan aspirasi dan kritik kepada pemerintah, khususnya presiden. Hal ini menurutnya juga terjadi di era DPR periode 2014-2019 yang dipimpin oleh Bambang Soesatyo dari Partai Golkar, sebagai partai koalisi pemerintah.  

"Sama aja. Toh bagian dari koalisi. Sehingga yang perlu dijaga adalah agar DPR baru sebelum bekerja, boleh dikritisi, tapi juga harus diberi kepercayaan melakukan perbaikan diri," katanya.

 

Pramono menyampaikan, dalam sistem demokrasi yang dijalankan Indonesia saat ini memang semua orang berhak menyampaikan kritiknya. Karenanya, Pramono berharap media massa bisa bertugas secara profesional dengan menyampaikan ruang bagi rakyat dalam menyampaikan aspirasi.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement