Jumat 04 Oct 2019 23:25 WIB

Jaksa Agung Respons Temuan Kuburan Massal Peristiwa 1965

"Silakan sampaikan kepada Komnas HAM," kata Jaksa Agung Prasetyo.

Jaksa Agung HM Prasetyo (kanan) bersama terpidana kasus pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Baiq Nuril Maknun (kiri) menyampaikan keterangan pers seusai melakukan pertemuan di kantor Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (12/7/2019).
Foto: Antara/Dhemas Reviyanto
Jaksa Agung HM Prasetyo (kanan) bersama terpidana kasus pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Baiq Nuril Maknun (kiri) menyampaikan keterangan pers seusai melakukan pertemuan di kantor Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (12/7/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Agung HM Prasetyo merespons temuan kuburan massal korban peristiwa 1965 yang ditemukan Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan (YPKP) 65. Ia meminta, temuan itu dilaporkan kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

"Kalau mereka mengatakan ada kuburan massal ya silakan sampaikan kepada Komnas HAM sebagai penyelidik perkara pelanggaran HAM," ujar Prasetyo di Kompleks Kejaksaan Agung RI, Jakarta, Jumat (4/10).

YPKP 65 menyerahkan temuan ratusan kuburan massal kepada Komnas HAM sekaligus Kejaksaan Agung pada Kamis (3/10), agar dapat dijadikan tambahan alat bukti penanganan kasus pelanggaran HAM berat 1965-1966. Jaksa Agung mengatakan dalam penanganan pelanggaran HAM berat, hasil penyelidikan Komnas HAM menjadi acuan untuk ditingkatkan ke penyidikan atau tidak.

Selama ini, hasil penyelidikan Komnas HAM dinilai masih kekurangan bukti dan petunjuk yang diberikan belum dilengkapi. "Kami tidak mungkin menangani kasus tanpa didukung bukti-bukti yang kuat. Kami bisa memahami juga peristiwanya sudah sekian lama. Rasanya siapa pun akan menghadapi kesulitan menemukan bukti-bukti juga pelakunya, saksi-saksi dan sebagainya," ujar Prasetyo.

Ketua YPKP 65 sebelumnya meminta Jaksa Agung RI HM Prasetyo menindaklanjuti kasus pelanggaran HAM berat peristiwa 1965-1966 yang hingga kini dinilai mandeg. "Saya ke Kejaksaan Agung itu dalam rangka untuk mempertanyakan mengapa kasus pelanggaran HAM berat 1965 tidak ada kelanjutannya sesudah ada rekomendasi Komnas HAM perlunya dibentuk pengadilan HAM ad hoc," kata Ketua Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan (YPKP) 65 Bedjo Untung di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (3/10).

Ratusan kuburan massal itu dimintanya dijadikan barang bukti pelanggaran HAM berat selama operasi militer pada rezim Orde Baru itu. Apalagi data yang diserahkan disebutnya lengkap dengan nama korban yang dibunuh, ditahan mau pun disiksa.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement