REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aksi unjuk rasa pada 24-30 September lalu, diwarnai penangkapan oleh pihak kepolisian. Namun demikian, Wakil Ketua Bidang Advokasi YLBHI, Era Purnama Sari memaparkan bahwa penangkapan yang dirilis kepolisian terkait aksi mahasiswa hingga pelajar tersebut, mendapati perbedaan jumlah yang cukup mencolok.
"Sebetulnya ada situasi menarik, di mana di Mabes Polri dan polda sendiri dalam waktu yang bersamaan merilis data yang berbeda. Polri merilis ada 1.489 orang diamankan. Sedangkan Polda mengatakan hanya ada 1.365 orang yang diamankan," kata Era, Jumat (4/10).
Oleh karena itu, pihaknya meminta data valid yang bisa diverifikasi. Sebab menurut dia, hal tersebut dinilai sangat mendesak, karena kemudian data dari kepolisian itu juga menyangkut keadaan, bahkan nyawa dari massa aksi yang ikut berpartisipasi sebelumnya.
"Kemudian, data ini juga menyesatkan, di mana dari seribu lebih yang diamankan itu ada 179 yang ditetapkan sebagai tersangka ataupun sudah ditahan," ungkap dia
Era juga menyayangkan pernyataan kepolisian terkait mengamankan demonstran. Sebab, menurut dia, dalam hukum acara yang dimiliki Indonesia, tidak ada istilah mengamankan.
"Pertanyaannya, apa yang mereka maksud dengan diamankan?" tanyanya.
Dia menegaskan, terkait istilah tersebut, Indonesia hanya mengenal istilah tersangka, saksi atau status lainnya yang tidak termasuk mengamankan. Lebih lanjut, ketika membahas pengamanan massa oleh kepolisian itu, dia menuturkan, lebih dari seribu orang telah kehilangan Kebebasannya sejak penangkapan pada 24 hingga 30 September lalu.
"Bahkan hingga hari ini ada sebagian orang yang masih ditahan di kepolisian, sementara lainnya juga memiliki status yang kurang jelas," tuturnya.
Era menambahkan, pernyataan dan narasi dari kepolisian tersebut dinilai menyesatkan publik. Bahkan, lebih jauh dia memaparkan bahwa pernyataan tersebut juga membohongi publik.
"Karena tidak ada istilah diamankan," ujar dia berulang.
Kepada media dia mengatakan, upaya terhadap penangkapan tersebut dinilai merupakan pelanggaran HAM. Dan puncaknya adalah ketika korban semakin berjatuhan terlepas dari dua nyawa yang meninggal.
"Dan hingga hari ini belum ada titik terang," kata Era.