Jumat 04 Oct 2019 19:06 WIB

Amnesty Desak Pembebasan Aktivis Papua, Ini Respons Istana

Amnesty International Indonesia mengirim surat terbuka kepada Presiden Jokowi.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Andri Saubani
Sejumlah mahasiswa asal Papua mengikuti aksi damai di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta, Jumat (4/10/2019).
Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
Sejumlah mahasiswa asal Papua mengikuti aksi damai di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta, Jumat (4/10/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pihak Istana Kepresidenan menegaskan posisinya untuk tunduk pada proses hukum atas penahanan sejumlah aktivis Papua berdasarkan pasal makar dalam KUHP. Pernyataan Istana ini menanggapi surat terbuka yang dikirim Amnesty International kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Mereka mendesak Jokowi membebaskan para aktivis Papua yang ditahan berdasarkan pasal makar dalam KUHP.

Kepala Staf Presiden Moeldoko menjelaskan, urusan penahanan dan proses hukum yang berjalan terhadap para aktivis Papua tersebut merupakan domain Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian, bukan istana. "Ya itu masih domainnya Kapolri-lah, kita serahkan dulu kepada proses hukum, jangan buru-buru," jelas Moeldoko di kompleks Istana Negara, Jumat (4/10).

Baca Juga

Mantan Panglima TNI ini juga menyampaikan bahwa posisi pemerintah pusat adalah mendukung langkah kepolisian untuk menindak tegas siapapun yang berperilaku anarkis dalam menyampaikan pendapat atau aspirasinya. Bahkan, Moeldoko menyebut bahwa tidak ada toleransi terhadap pelaku anarkisme di Indonesia.

"Karena apa? Karena itu kalau ada toleransi, maka anarkistis akan semakin besar dan merugikan banyak orang. Sedangkan pelakunya hanya beberapa orang. Kalau ini dibiarkan banyak yang menjadi rugi," kata Moeldoko.

Dalam surat terbuka yang dikirim kepada Presiden Jokowi tertanggal 2 Oktober 2019, Amnesty International meminta Presiden Jokowi mencabut status tersangka atas tuduhah makar yang dikenakan pada 22 aktivis politik Papua. Amnesty juga meminta para aktivis untuk tidak diperlakukan buruk selama proses penahanan.

"Mereka harus memiliki akses reguler kepada anggota keluarga dan pengacara pilihan mereka. Mereka harus dibantu oleh pengacara mereka di tiap tahapan proses hukum, sesuai dengan hak atas peradilan yang adil," tulis Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid dalam suratnya kepada Jokowi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement