REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Kubu pro pemerintah menguasai seluruh posisi ketua di jajaran legislatif. Ketua DPR dipegang Puan Maharani yang merupakan politikus PDIP, pendukung utama Presiden Joko Widodo.
Ketua MPR dijabat oleh Bambang Soesatyo, politikus Partai Golkar yang juga pendukung presiden. Kemudian ketua DPD dimenangi oleh La Nyalla Matalliti yang pada pilpres lalu menyatakan dukungannya ke Jokowi.
Penguasan kursi pimpinan dewan oleh kubu pro pemerintah memicu kekhawatiran akan minimnya proses pengawasan. Namun anggota DPR dari Fraksi PKS, Nasir Djamil, menilai, masyarakat tetap akan mengawasi dengan seksama jalannya kinerja legislatif selama lima tahun ke depan. Jika kinerja tak sesuai, maka hal tersebut bisa berdampak pada citra mereka di mata rakyat.
PKS sendiri mengaku ikut mengawasi kinerja DPR yang lebih banyak diisi parpol koalisi pemerintah. "Sebenarnya, itu hanya posisi saja ya. Segalanya sudah diatur sehingga tidak ada yang kuat dan tidak ada yang lemah. Kemudian tidak ada yang menang dan tidak ada yang kalah, " ujar Nasir kepada wartawan usai mengisi diskusi di Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat (4/10).
Ketua DPD La Nyalla Mattalitti (kanan) berjalan menuju ruang Sidang Paripurna DPD di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (2/10/2019).
Anggota DPR pejawat ini pun menegaskan jika semua hal di parlemen sudah diatur dengan aturan main. Dan semua sepakat konsisten dengan aturan itu. "Masyarakat mengawasi. Tentu PKS juga mengawasi, " tambah mantan anggota Komisi III DPR Periode 2014-2019 ini.
Sebelumnya, Sekretaris Kabinet Pramono Anung buka suara untuk menanggapi kekhawatiran masyarakat terkait terpilihnya Puan Maharani sebagai Ketua DPR periode 2019-2024. Kekhawatiran tersebut, yakni Puan yang berlatar partai politik PDI Perjuangan sama dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuat kritik parlemen kepada pemerintah akan melempem.
"Dalam kehidupan demokrasi, kritik itu akan datang bertubi-tubi, mau ketua DPR PDIP atau apa, nggak ngaruh," kata Pramono, Rabu (2/10).
Pramono mengatakan rakyat masih memiliki kekuatan besar dalam menyampaikan aspirasi dan kritik kepada pemerintah, khususnya presiden. Hal ini, menurutnya, juga terjadi pada era DPR periode 2014-2019 yang dipimpin oleh Bambang Soesatyo dari Partai Golkar sebagai partai koalisi pemerintah.
"Sama aja. Toh, bagian dari koalisi. Sehingga yang perlu dijaga adalah agar DPR baru sebelum bekerja, boleh dikritisi, tapi juga harus diberi kepercayaan melakukan perbaikan diri," katanya.
Konsekuensi hasil pemilu
Kepala politik LIPI, Firman Noor menilai, dikuasainya tiga posisi dewan oleh kubu propemerintah tidak terlalu bermasalah. Ini karena dari sisi presidensial-nya ini merupakan konsekuensi pilihan rakyat.
Mayoritas partai yang menang suara merupakan Koalisi Jokowi. "Kalau hasil Pemilunya seperti itu ya mau bagaimana lagi?" Kata dia.
Lebih lanjut, menurut Firman, rakyat juga ikut dalam mengambil andil dalam pembentukan susunan dewan tersebut. Namun demikian, ia belum bisa memperkirakan bagaimana progres dari anggota dewan yang baru.
"Belum bisa dilihat, apakah mereka punya spirit yang lebih baik atau buruk dari anggota dewan sebelumnya," Ucap dia.
Sebab, Firman beranggapan bahwa wakil rakyat itu baru beberapa hari dilantik. Terlebih sekitar 50 persen di antaranya merupakan orang baru.
Dia menegaskan, saat ini masyarakat dan pihak terkait hanya bisa berharap agar dewan bisa menjalankan amanat dan tugas dengan lebih baik. Sehingga setiap fungsi dan amanat yang memang diemban oleh dewan bisa dijalankan seluruhnya.