Jumat 04 Oct 2019 06:20 WIB

Peneliti Ingatkan Bahaya Jahiliyah Siber

Penggunaan internet sangat masif, tetapi belum disertai perilaku sesuai etika.

Mobil internet (ilustrasi)
Foto: Antara
Mobil internet (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti dari Universitas Boston, Amerika Serikat, Hafiz Al Asad, mengingatkan bahaya "jahiliyah siber" di tengah masyarakat yang muncul seiring perkembangan teknologi informasi. Penggunaan internet di kalangan masyarakat luar sangat masif tapi belum disertai perilaku yang ideal sesuai etika dunia maya.

Hafiz telah melakukan riset tentang "Siber Sektarian" yang mengambil sampel pada kurun waktu tertentu pada pemilihan umum di Indonesia. Hasilnya, kata dia, aktivitas siber di kalangan Muslim di Indonesia telah meningkatkan volume sektarianitas dengan cukup mengkhawatirkan.

Baca Juga

Sibernetika, kata dia, memicu sektarianisme di masyarakat melebihi sebelum datangnya era siber. Tahun lalu polisi telah mengungkap 2.600 kasus kejahatan siber.

Dia mencontohkan kasus kriminal siber terbesar adalah sindikat Saracen yang secara terorganisasi dan rapi menggunakan sentimen suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) sebagai alat propaganda demi kepentingan pragmatis. "Inilah bentuk baru jahiliyah di dunia maya yang sangat mengkhawatirkan," katanya saat berbicara sebagai panelis utama "Annual International Conference on Islamic Studies" (AICIS) di Jakarta, Kamis (3/10).

Merujuk data 2007, iamengatakan pengguna internet di Indonesia sudah mencapai 145 juta pengguna dan menduduki peringkat enam terbesar di dunia. Tingginya aktivitas dunia maya ternyata menimbulkan ekses negatif dalam kehidupan beragama di Indonesia.

Master bidang hubunganinternasional UniversitasBostonitu mengatakan mudahnya arus informasi melalui dunia maya telah menyediakan jalan tol bagi kebohongan dan provokasi berbasis agama. Hal itu, lanjut dia, menimbulkan keributan di kalangan masyarakat dan sebagian aktivitas siber tersebut telah berujung pada tindakan kriminal.

Untuk itu, Hafiz menyarankan perlunya peran aktif organisasi masyakarat untuk membendung kebodohan siber yang memicu perpecahan. "Karena merekalah yang memiliki jaringan langsung kepada publik dan memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi di mata para anggotanya," kata dia.

Iamengatakan tokoh agama, adat dan ulama dalam struktur sosial masyarakat Indonesia harus turun tangan menekan masyarakat agar tidak terhasut isu siber yang mengarah hoaks. Setiap tahun, kata dia, Kementerian Komunikasi dan Informatika telah banyak menutup situs-situs yang meningkatkan sentimen SARA. Namun situs-situs itu selalu bermunculan kembali.

Adapun hasil riset Hafiz Al Asad itu dipaparkan dalam konferensi tahunan AICIS yang mengambil tema "Digital Islam, Education and Youth: Changing Landscape of Indonesian Islam".

AICIS adalah forum kajian keislaman yang telah berjalan sejak 19 tahun lalu. Pada pergelaran AICIS ke 19 ini, sekitar 1.700 sarjana kajian Islam berkumpul di Indonesia pada 1-4 Oktober 2019. Pertemuan ini membahas 450 makalahdari 1.300 yang diseleksi.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement