REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Intelijen Suhendra Hadikuntono berharap kerjasama di sektor intelejen Indonesia berjalan lebih simultan dalam mendeteksi potensi gangguan ketertiban. Adanya gelombang aksi unjuk rasa yang terjadi hampir secara serentak dan merata di seluruh pelesok negeri, belum lagi rentetan aksi di gedung MPR/DPR RI dan Istana yang dilakukan secara berturut-turut adalah sederet persoalan nasional yang tidak bisa disepelekan.
Artinya, kata dia, ini membutuhkan perhatian lebih dari setiap komponen dan elemen bangsa. "Semua sebaiknya selalu berjalan di bawah BIN (Badan Intelijen Negara), sehingga bersama bisa mengawasi agar tanda-tanda rusuh tak muncul," kata dia dalam diskusi kebangsaan yang diprakarasi Indonews di Balai Sarwono, Jakarta, Kamis (3/10).
Pengamat sosial politik Rudi S Kamri dalam pemaparannya menambahkan, kegaduhan yang terjaid selama ini ada tujuan khusus dari kelompok tertentu. Seperti mafia migas, kelompok bekas order baru dan lainnya. Letupan-letipan kecil yang muncul pun perlu diwaspadai agar tak ditunggangi.
"Beruntungnya, para pengawal Presiden Jokowi cukup kuat mengawal pemerintahan ini, sehingga sampai saat ini pemerintah Jokowi masih aman terkendali," ujar Rudi.
Hal senada disampaikan pengamat ekonomi politik Christianto Wibisono. Ia menduga ada persengkokolan untuk menganggu kepemimpinan Jokowi. "Ini semua harus dicermati," kata Christianto.
Narasumber lainnya, analis pertahanan dan militer, Connie Rahakundini mengatakan, saat ini aksi massa bisa terbakar hanya dengan media sosial. Untuk itu, dia mendukung agar pembatasan jaringan media sosial dilakukan ketika situasi negara memanas.
"TNI dan Kementerian Pertahanan harus serius melihat ini. Kita harus punya teknologi yang bisa meredam agar tidak adanya aksi besar yang melanggar hukum," ujar dia.