Kamis 03 Oct 2019 13:02 WIB

Menristekdikti Bantah Larang Demonstrasi

Nasir meminta kepada pihak kampus untuk bisa mengutamakan dialog dengan mahasiswa

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Esthi Maharani
Menristekdikti M Nasir bersama para rektor perguruan tinggi, usai menemui Presiden Jokowi, Kamis (3/10).
Foto: Republika/Sapto Andika Candra
Menristekdikti M Nasir bersama para rektor perguruan tinggi, usai menemui Presiden Jokowi, Kamis (3/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) M Nasir mengklarifikasi bahwa pihaknya tidak melarang adanya aksi demonstrasi oleh mahasiswa. Ia menyadari bahwa penyampaian pendapat dengan cara turun ke jalan pun dilindungi oleh Undang-Undang.

"Demo bukan larangan kami. Demo adalah hak warga negara," kata Nasir usai mendampingi Forum Rektor Indonesia bertemu Presiden Jokowi, Kamis (3/10).

Walaupun aksi demonstrasi diperbolehkan oleh hukum, namun Nasir sendiri meminta kepada pihak kampus untuk bisa mengutamakan dialog dengan mahasiswanya. Rektorat diminta untuk memberi sosialisasi yang baik mengenai peraturan perundang-undangan yang sedang digodok oleh pemerintah, sehingga mereka memahami duduk persoalan yang ada.

"Apa yang didemokan, mari kita bicarakan di kampus. Kalau masalah, UU kita jelaskan mengapa UU ini digugat atau apa. Ada jalur dan pendekatan konstitusional. Kalau urusan RUU, mari kita bedah bersama. Dengan para pakar yang ahli di bidangnya," kata Nasir.

 

Pernyataan Menristekdikti didukung oleh Ketua FRI sekaligus Rektor Universitas Diponegoro (Undip) Jawa Tengah, Yos Johan Utama. Yos menyampaikan bahwa seluruh rektor perguruan tinggi nasional sudah satu suara untuk menjaga kondusivitas kampus. Kampus juga membuka ruang dialog dengan para mahasiswa untuk membahas sejumlah isu krusial, termasuk polemik revisi UU KPK hingga rancangan KUHP.

"Beberapa rektor adakan sosialisasi mandiri mengundang para perancang KUHP berikan penjelasan. Sehingga mahasiswa itu, setuju karena paham. Tidak setuju, juga karena paham. Jangan setuju dan tidak setuju karena tidak paham," jelasnya.

Sebelumnya, pemerintah menyampaikan akan menyisir pola pergerakan aksi mahasiswa yang terjadi sejak pekan lalu. M Nasir menyampaikan, sanksi akan diberikan kepada pihak rektorat bila terbukti ada pengerahan massa mahasiswa ke lapangan. Sanksi pun, ujar Nasir, bisa berupa sanksi dari pusat atau proses hukum lanjutan bila terjadi kerugian negara.

"Kalau dia mengerahkan ya dengan sanksi yang kita lakukan sanksi keras yang kami lakukan ada dua, bisa dalam hal ini peringatan, SP1 SP2. Kalau menyebabkan kerugian pada negara, bisa tindakan hukum. (Berlaku untuk dosen?) Nanti rektor yang bertanggungjawab," jelas Nasir pekan lalu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement