REPUBLIKA.CO.ID, Kupang (ANTARA) - Perairan laut Pulau Pemana, Desa Pemana, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, yang merupakan pulau terluar di bagian utara Pulau Flores bisa menghasilkan 8 ribu ton lebih ikan cakalang dalam setahun. Namun sayangnya potensi ini belum dikembangkan secara baik.
"Hasil tangkapan ikan cakalang itu dibuang begitu saja," kata Kepala Desa Pemana La Ampo kepada Antara saat dihubungi dari Kupang, Kamis (3/10).
Hal ini disampaikannya berkaitan dengan potensi kelautan dan perikanan yang ada di desa tersebut yang pernah luluh lantak akibat gempa bumi berkekuatan 7,8 skala Richter pada 1992. La Ampo mengatakan bahwa hasil tangkapan sebanyak 8 ribu ton ikan cakalang itu hanya dijual ke perusahaan di Maumere, ibu kota Kabupaten Sikka.
"Tetapi saat musim ikan, banyak ikan cakalang yang harus dibuang kembali ke laut karena terlalu melimpah dan perusahaan penerima ikan tangkapan nelayan di daerah itu tak mampu menampung hasil tangkapan itu," tambah dia.
Dalam sehari kata dia, perusahaan itu hanya mampu menampung 25 ton ikan cakalang, sementara ada kurang lebih 64 kapal nelayan khusus untuk ikan cakalang. Dengan demikian jika semuanya mensuplai ikan cakalang ke perusahaan penerima ikan, otomatis tidak akan mampu.
"Bayangkan saja, jika dalam sehari satu kapal dapat satu ton saja sudah 64 ton ikan, bagaimana kalau satu atau dua kapal dapat 10 ton per hari, tentu ini sangat merugikan para nelayan kita," tambah dia.
La Ampo menambahkan bahwa pihaknya sudah berusaha mencari perusahaan lain untuk membeli ikan dan menampung hasil tangkapan nelayan-nelayan di pulau itu. Namun hingga saat ini belum mendapatkannya.
Selain potensi ikan cakalang, tangkapan ikan tuna juga dikatakannya terbilang cukup banyak, bahkan nasibnya sama dengan ikan cakalang yang harus dibuang jika tak ada yang menerimanya. Oleh karena itu ia berharap pemerintah daerah setempat bisa membantu nelayan di desa itu mengatasi masalah tersebut.