Kamis 03 Oct 2019 08:36 WIB

Gerindra: PDIP dan Jokowi tak Selalu Mulus

Kontrol yang bagus dari DPR bisa menjadi vitamin yang baik bagi pemerintah.

Anggota DPR yang juga artis Krisdayanti melambaikan tangan usai mengikuti Sidang Paripurna MPR ke-2 di Ruang Rapat Paripurna, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (2/10/2019).
Foto: Antara/M Risyal Hidayat
Anggota DPR yang juga artis Krisdayanti melambaikan tangan usai mengikuti Sidang Paripurna MPR ke-2 di Ruang Rapat Paripurna, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (2/10/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Fraksi Gerindra DPR Desmond J Mahesa mengaku tidak khawatir lantaran mayoritas pimpinan DPR didominasi partai pendukung Presiden Joko Widodo (Jokowi). Menurut dia, kebersamaan PDIP dengan Jokowi tidak selalu berjalan mulus.

"Kemesraan itu tidak selamanya kemesraan. Kemesraan itu bisa ada perbedaan," kata Desmond di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (2/10).

Baca Juga

Ia memastikan, fungsi DPR sebagai lembaga yang melakukan check and balances tidak akan terganggu. Menurut dia, fungsi pengawasan DPR tetap akan berjalan. "Check and balance itu kan tergantung perbuatan apa? Saya pikir Jokowi sudah tidak terlalu panjang lagi berkuasa, sudah selesai lima tahun ini. Sesudah dia nunjuk menteri juga udah berubah, orang akan menilai," ujar dia.

Menurut Desmond, Puan dan PDIP bisa tidak bakal terus-menerus mendukung Jokowi. Apalagi Jokowi ada di periode terakhir. "Saya sangat paham Mbak Mega dan Mbak Puan, yang mana yang harus bertindak untuk kepentingan bangsa, mana untuk kepentingan yang sekadar untuk menyelamatkan individual yang sudah berakhir kekuasaan 2024," kata Desmond.

Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago menilai, DPR mendatang hanya sebagai tukang stempel pemerintah. "Ditambah lagi semua pimpinan lembaga negara dikuasai partai pemerintah. Kalau Bamsoet terpilih jadi ketua MPR, berarti sudah diborong habis oleh the rulling party," ujar Pangi, kemarin.

Dia sangat berharap ada kekuatan penyeimbang di parlemen mendatang sehingga check and balances berjalan baik di parlemen. Ia mengibaratkan tekanan dan sikap partai di parlemen yang berbeda dengan pemerintah bisa menjadi vitamin penyehat bagi demokrasi.

"Sekarang kan terlihat sekali apa maunya pemerintah, diamini semua oleh DPR, termasuk RUU inisiatif pemerintah berjalan mulus di DPR, namun akhirnya ditunda pengesahannya karena tekanan publik dari mahasiswa dan pelajar," kata dia.

Ia menambahkan, DPR merupakan komponen penting dalam mengawasi kerja dan jalannya program pemerintah. Tidak bisa dibayangkan jika DPR tidak bisa lagi sebagai lembaga pengawasan dan penyeimbang pemerintah. "Kontrol yang bagus dari DPR bisa menjadi vitamin yang baik bagi pemerintah," ujar dia.

photo
Rohaniwan mengambil sumpah pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2019-2024 Ketua Puan Maharani (kedua kiri), Wakil Ketua M Aziz Syamsuddin (ketiga kiri), Sufmi Dasco Ahmad (ketiga kanan), Rachmat Gobel (kedua kanan) dan Muhaimin Iskandar (kanan) saat pelantikan melalui Rapat Paripurna ke-2 Masa Persidangan I Tahun 2019-2020 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (1/10/2019).

Sementara itu, Sekretaris Kabinet Pramono Anung menanggapi kekhawatiran masyarakat terkait terpilihnya Puan sebagai ketua DPR dapat membuat kritik parlemen kepada pemerintah akan melempem. "Dalam kehidupan demokrasi, kritik itu akan datang bertubi-tubi, mau ketua DPR PDIP atau apa, nggak ngaruh," kata Pramono, kemarin.

Rakyat, kata Pramono, masih memiliki kekuatan besar dalam menyampaikan aspirasi dan kritik kepada pemerintah, khususnya pada presiden. Hal ini, menurut dia, juga terjadi di era DPR periode 2014-2019 yang dipimpin oleh Bambang Soesatyo dari Partai Golkar sebagai partai koalisi pemerintah.

"Sama saja, toh bagian dari koalisi. Sehingga, yang perlu dijaga adalah agar DPR baru sebelum bekerja, boleh dikritisi, tapi juga harus diberi kepercayaan melakukan perbaikan diri," ujar dia.

Pramono menyampaikan, dalam sistem demokrasi yang dijalankan Indonesia saat ini memang semua orang berhak menyampaikan kritiknya. Karena itu, Pramono berharap media massa bisa bertugas secara profesional dengan menyampaikan ruang bagi rakyat dalam menyampaikan aspirasi.

"Kemarin, misalnya RUU KUHP, yang beredar kan lebih banyak hoaks-nya. Mereka belum baca substansinya. Tapi, Presiden sudah meminta untuk penundaan dan bicara secara mendalam kepada tokoh masyarakat, mahasiswa, dan perguruan tinggi," ujar Pramono. n febrianto adi saputro/sapto andika candra, ed: ilham tirta

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement