REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Siswa sekolah teknik menengah (STM), yang kini dikenal dengan sekolah menengah kejuruan (SMK), di Jakarta Pusat menanggapi pernyataan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang akan mencabut hak penerimaan program bantuan pendidikan Kartu Jakarta Pintar (KJP) bagi pelajar yang mengikuti demo anarkistis. Mereka mengaku, ancaman itu tidak akan menyurutkan keinginan mereka untuk ikut menuntut perubahan rancangan undang-undang (RUU) yang kontroversial.
“Sebenarnya kan kita demo untuk kebaikan kita bersama ya, biar nggak ada yang ngaco di undang-undangnya, perihal adanya tindak kriminal yang kebanyakan anak STM sendiri ya kalau bisa jangan ancam KJP, kalau kita nggak sekolah demo lagi nih,” jelas Doni salah satu siswa STM di Jakarta, Rabu, (2/10).
Menurut Doni, KJP diberikan kepada siswa yang kurang mampu. Ia pun mengakui, sebagian besar teman-temannya mendapatkan fasilitas KJP.
“Yang demo banyak, yang melakukan tindak kriminal juga banyak, kalau ancaman pemerintah kayak gitu cabut KJP, nanti kami nggak sekolah kan, pengangguran nyusahin negara juga, demo lagi,” katanya.
Siswa STM lainnya, Ridwan, juga mengaku tak khawatir jika dirinya terancam tidak lagi mendapatkan fasilitas KJP. Ia menegaskan, ikut berdemonstrasi demi mewakili suara masyarakat.
“Kita berjuang dengan hati ikhlas karena kenapa, kita ngewakilin suara masyarakat. Kita di sini bukan semata-mata kita nyari berantem atau gimana. Kita di sini bersatu buat keadilan,” ujarnya.
“Gapapa bang kalo mau dicabut (KJP) sama pemprov, kita udah wakilin masyarakat seluruh Indonesia yang nggak bisa menyampaikan aspirasi. Toh nggak apa-apa korbanin KJP ini buat negara biar nggak bobrok,” ujarnya.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyatakan akan mencabut hak penerimaan program bantuan pendidikan KJP bagi pelajar yang mengikuti demonstrasi di sekitar Gedung DPR dan terbukti melakukan tindakan kriminal. Hal itu diungkapkan oleh Kepala Dinas Pendidikan DKI Ratiyono, Selasa (1/10).
"Kalau dia kriminal bisa pemberhentian KJP-nya. Tapi kalau sifatnya ikut-ikutan, kena sanksi dari kepolisian, kita nasihati dan KJP-nya tetap jalan," kata Ratiyono.
KJP merupakan program DKI untuk membiayai pelajar yang kurang mampu agar bisa mengenyam pendidikan hingga tamat SMA/SMK. Program ini didanai dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta.
Ratiyono memastikan, pihaknya tidak akan memberhentikan KJP begitu saja. Namun, mempertimbangkan sisi ekonomi keluarga pelajar tersebut.
"Kalau dihentikan, udah miskin ya ikut-ikutan rusak masa depannya, tapi tetap diingatkan 'kamu udah miskin jangan ikut-ikutan'," ujar Ratiyono.
Hari ini, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan membantah pihaknya akan mencabut jatah bantuan pendidikan KJP bagi siswa atau pelajar yang terlibat aksi kriminal saat aksi demonstrasi pada 25-30 September 2019 lalu. Ancaman pencabutan KJP itu sempat dilontarkan Kepala Dinas Pendidikan DKI Ratiyono di Jakarta, Selasa (1/10).
"Itu konsepnya salah kalau anak bermasalah dikeluarkan dari penerima KJP. Kalau begitu siapa yang mendidik nanti," ujarnya kepada wartawan di Wali Kota Jakarta Barat, Rabu (2/10).
Anies menegaskan, siswa menerima KJP karena kondisi sosial ekonomi keluarganya lemah. Mereka dapat bantuan dari pemerintah agar bisa sekolah.
Di lain sisi, menurut Anies, pemerintah pun memiliki tanggung jawab memastikan setiap anak usia sekolah mendapatkan pendidikan hingga tuntas. Ia pun menegaskan pihaknya tidak akan mengeluarkan anak dari proses pendidikan atau memberhentikan anak dari sekolah.
"Anak bermasalah justru harus dididik lebih baik lagi, bukan malah diberhentikan dari pendidikan."