Rabu 02 Oct 2019 11:34 WIB

Menristekdikti Kecewa Mahasiswa Tolak Bertemu Jokowi

Menristekdikti tak mau mengundang mahasiswa,

Menristekdikti, Mohamad Nasir.
Foto: Republika/Bowo Pribadi
Menristekdikti, Mohamad Nasir.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mengaku kecewa mahasiswa menolak pertemuan dengan Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Jakarta beberapa waktu lalu.

Nasir saat ditemui di pembukaan Kontes Robot Terbang Indonesia Tingkat Nasional 2019, di Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Surabaya, Selasa (1/10) malam mengatakan, anggapan bahwa pertemuan itu tertutup tidaklah benar. Sebab hasil pertemuan tetap akan jadi konsumsi khalayak.

Baca Juga

"Saya ngomong tertutup di sini. Nanti disampaikan di luar. Enggak ada tertutup itu, semua bisa kita sampaikan dengan baik. Oleh karena itu kita cukup menyayangkan, mestinya dialog salah satu solusi yang terbaik," ujarnya.

Nasir menegaskan, pemerintah tak akan mengadakan pertemuan kembali dengan mahasiswa. Pemerintah bakal meminta rektor untuk berdialog dengan mahasiswa sebagai ganti gagal bertemu Jokowi.

"Saya enggak mau memanggil, kalau mau ketemu saya layani. Ya nanti rektornya saya minta untuk ajak bicara di kampusnya sendiri. Presiden enggak bisa ya dengan rektornya, barang kali bisa komunikasi," kata dia.

Mengenai wacana pemberian sanksi kepada rektor yang mahasiswanya ikut demonstrasi, Nasir menyatakan, dosen, rektor di perguruan tinggi negeri merupakan aparatur sipil negara (ASN) yang harus tunduk kepada negara.

"Dosen, rektor di PTN pegawai negeri. Dia harus mengikuti ASN dan harus tunduk kepada negara. Enggak bisa main sendiri," ucapnya.

Dia mencontohkan, jika ASN tidak tunduk kepada negara maka akan terjadi lagi kasus seperti salah satunya dosen di Institut Pertanian Bogor (IPB) berinisial AB yang menjadi tersangka kasus dugaan rencana pelemparan bom molotov di tengah aksi Mujahid 212, Sabtu (28/9).

"Ini contoh dosen perakit bom. Enggak boleh itu. Makanya saya suruh pemeriksaan lebih lanjut oleh polisi. Sanksi hukum akan ada di situ," tuturnya.

Dengan adanya dosen yang menjadi tersangka kasus dugaan rencana pelemparan bom molotov, Nasir mengakui paham radikal masih ada di kampus-kampus.

"Saya rasa masih ada. Belum bisa bersih. Kemarin ada penangkapan seorang dosen yang merakit bom. Ini sudah ditangani pihak berwajib dan sudah diselidiki. Akan ada sanksi," ujar Nasir. 

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement