Rabu 02 Oct 2019 08:24 WIB

KPK Pantau Harta Legislator

Puan Maharani enggan berkomentar soal UU KPK.

Rep: Ronggo Astungkoro, ali mansur, Febrianto Adi Saputro/ Red: Muhammad Subarkah
Suasana pelantikan pimpinan DPR periode 2019-2024 di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (1/10).
Foto: Republika/Febrianto Adi Saputro
Suasana pelantikan pimpinan DPR periode 2019-2024 di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (1/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan akan memantau jumlah harta kekayaan anggota legislatif periode 2019-2024 setiap tahunnya. Semua anggota legislatif yang baru dilantik itu disebut telah melaporkan harta kekayaan mereka ke lembaga antirasuah.

"Nanti kita akan monitor setiap tahun. Kan mereka harus melaporkan per tanggal 31 Maret paling lambat," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung Penunjang Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (1/10).

Alex mengatakan, publik akan diberikan informasi dalam pemantauan itu. Laporan harta kekayaan pejabat negara (LHKPN), kata dia, merupakan dokumen yang terbuka untuk publik. Seluruh anggota legislatif terpilih sudah melaporkan harta kekayaan mereka ke KPK.

"Kita akan lihat nih kenaikan harta kekayaan bapak-ibu semuanya. Karena ini menjadi dokumen yang terbuka untuk publik kan ya, kalau ada masukan dari masyarakat terkait dengan itu, nanti akan kita klarifikasi," kata dia.

Sebelumnya, Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan, KPK tak akan sungkan menindak anggota dewan periode ini yang terlibat korupsi. "Harapannya tentu KPK tidak perlu memproses lagi para penyelenggara negara di sektor politik ini kalau memang tidak ada tindakan korupsi yang dilakukan," ujar Febri di gedung KPK, Senin (30/9) malam.

Seperti Alexander Marwata, Febri juga mengimbau para anggota dewan agar rajin melaporkan harta kekayaan mereka. Harapannya, pelaporan LHKPN secara periodik setiap tahunnya bisa jadi sistem pencegahan korupsi.

Selain itu, ia juga mengimbau anggota DPR agar melaporkan penerimaan gratifikasi dalam waktu paling lama 30 hari kerja. Febri menyatakan, ada ancaman sanksi penjara 4 sampai 20 tahun yang termuat dalam Pasal 12 B UU Tipikor bagi penyelenggara negara yang tidak melaporkan gratifikasi dalam kurun waktu tersebut.

Sepanjang 2014-2019, sedikitnya 22 anggota DPR diciduk KPK terkait kasus suap dan korupsi. Fraksi yang anggotanya paling banyak ditangkap adalah Golkar (8 orang), disusul Demokrat (3), PAN (3), PDIP (2), Hanura (2), Nasdem (1), PKB (1), PKS (1), dan PPP (1).

Sebanyak 711 anggota DPR dan DPD terpilih akan dilantik pada Selasa (1/10). Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan menyatakan, mereka mempertemukan anggota dewan dengan KPK untuk membangun kesadaran soal pemerintahan yang bersih. “Itulah mengapa KPU tidak sendiri, tetapi kita juga menghadirkan KPK, dalam hal ini Pak Alexander Marwata untuk memberikan paparan kepada calon anggota DPR dan DPD terpilih," kata Wahyu.

RUU KPK

Seperti diketahui, lembaga KPK dan DPR periode terdahulu sempat terlibat gesekan pengesahan revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK). Sejauh ini, anggota DPR yang baru belum bersikap terkait rencana Presiden Joko Widodo menerbitkan peraturan pemerintah pengganti perundang-undangan (perppu) atas regulasi itu.

"Urusan perppu, kemarin itu saya menko PMK (pembangunan manusia dan kebudayaan), jadi belum bisa komentar. Ini baru berapa jam dilantik jadi anggota DPR," ujar Ketua DPR Puan Maharani di ruang Fraksi PDI Perjuangan, Selasa (1/10).

Menurut dia, tidak elok jika ia mengomentari terkait hal itu karena dirinya tidak memiliki kapasitas untuk menjawab hal itu. "Saya masih anggota biasa, masih anggota DPR yang baru berapa jam dilantik," tuturnya.

Mantan juru bicara kepresidenan dan juga juru bicara KPK Johan Budi Sapto Pribowo menyebut nasib UU KPK ada di Presiden Joko Widodo. Itu disampaikan Johan setelah dirinya resmi dilantik menjadi anggota DPR periode 2019-2024, kemarin.

"Sekarang bolanya ada di Pak Presiden. Saya pribadi belum mendapatkan informasi bagaimana keputusannya terikat hasil revisi Undang-Undang KPK tersebut," ungkap Johan saat ditemui di Kompleks Parlemen Senayan.

Kendati demikian, Johan enggan berkomentar lebih jauh terkait revisi undang-undang lembaga antirasuah itu. Ia beralasan belum membaca secara detail. Walaupun demikian, ia mengakui, memang ada kewenangan KPK yang dikurangi. Namun, menurut dia, Presiden membuka ruang untuk mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu).

"Dengan perppu tersebut, Undang-Undang KPK yang baru disahkan DPR RI ini tidak langsung diterapkan," tutur Johan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement