REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Erizal (40 tahun) warga asal Sungai Rampan, koto Nan Tigo IV koto Hilie, Batang Kapas, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatra Barat, terlihat banyak merenung. Kepalanya penuh dengan luka tusuk dan luka bakar.
Bahkan, sudah sepekan lebih dari peristiwa berdarah di Wamena, telinga kiri Zal, begitu sapaan akrabnya, masih tertutup perban karena belum sembuh.
Zal adalah salah satu perantau Sumbar yang selamat hidup-hidup dari tragedi Wamena yang terjadi pada Senin (23/9) lalu. Kepala Erizal penuh dengan bekas luka bakar dan tusukan yang mulai mengering.
Walau dirinya selamat, Zal harus menghadapi kenyataan bahwa istrinya Novriyanti (40) dan putra bungsunya Ibnu (8) sudah lebih dulu meninggal dunia. Novriyanti dan Ibnu harus meregang nyawa karena perbuatan keji perusuh Wamena. Selain keduanya, Zal juga kehilangan Yoga (28) keponakannya yang turut kena hajar pihak perusuh.
"Itu kejadian jam sembilan pagi. Saya dikasih tahu kalau ada orang kelahi. Saya disuruh tutup kios dan jemput anak ke sekolah," kata Zal di Kantor ACT Sumbar, di Kota Padang Selasa (1/10).
Wakil Gubernur Sumbar Nasrul Abit saat menemui ratusan warga perantau di Makodim Wamena, Ahad (29/9.
Zal menjemput anaknya ke sekolah yang tak jauh dari Kantor Bupati Jayawijaya. Dari sekolah Ibnu, Zal melihat api sudah berkobar di Kantor Bupati.
Setelah menjemput Ibnu, Zal bersama istri dan anaknya pergi lari ke belakang rumahnya. Di sana ada Honai atau rumah adat Papua. Di sana, Zal dan keluarga diamankan oleh tiga orang warga asli Wamena.
Di mana salah satu dari orang asli Wamena itu adalah tuan tanah tempat Zal mengontrak kios dan rumah. Zal menyebut ada 10 orang yang dibantu oleh penghuni Honai bersembunyi.
Setelah satu jam bersembunyi, Zal mencoba meminta bantuan kepada teman-temannya yang sudah mengungsi ke markas Kodim Wamena. Pihak di Kodim dan pengungsi lain tak dapat menjemput karena mobil tak dapat masuk. Perusuh telah menghalangi jalan buat kendaraan masuk.
"Saat itu kios-kios sudah dibakar ketika kami lari ke Honai milik tuan rumah," ucap Zal.
Ketika masih bersembunyi di Honai, ada 30 orang tak dikenal menunggu di luar. 30 orang perusuh ini membawa senjata tajam, panah dan bensin.
"30 orang ini datang dan bicara dengan tuan rumah kami ini. Mereka bilang tidak senang dengan keberadaan kami," kata Zal.
Saat itu, Zal bersama sembilan orang lainnya yang bersembunyi di Honai sudah memasrahkan diri akan meninggal hari itu juga. Zal dan istri saling meminta maaf. Juga kepada semua yang bersembunyi di Honai tersebut. Saat itu mereka sudah melihat peluang bisa selamat hidup-hidup sangat sangat kecil. Karena 30 orang yang menunggu di luar rumah memang sudah beringas dengan senjata di tangan mereka.
Ke-10 warga pendatang yang berlindung di Honai tersebut bersembunyi di dalam gulungan kasur. Saat itu Zal sudah berlumuran darah dan juga tidak dapat lagi memastikan bagaimana keadaan Novriyanti dan Ibnu buah hatinya. Begitu juga dengan Yoga yang katanya sudah lebih dulu dihabisi di luar Honai.Karena sudah berlumuran darah dalam keadaan lemah, Zal menahan diri diam dan pura-pura mati.
Zal bangkit dalam keadaan penuh darah dan luka bakar. Saat itu perusuh sudah pergi. Zal keluar dan meminta bantuan. Bantuan baru datang dua jam kemudian. Saat itu datang mobil brimob dan ambulans. Tenaga bantuan ini membawa Zal ke rumah sakit.
"Saya menelfon putra sulung saya si Gian yang sekolah di Padang Panjang. Di situ saya bilang Ayah baik-baik saja. Tapi ibu sama adik (Ibnu) sudah tidak ada lagi. Sekolahmu tetap lanjutkan," kata Zal mengulang percakapannya dengan Gian yang baru duduk di bangku SMP.
Zal kemudian ikut pulang ke Pesisir Selatan bersamaan dengan jenazah Ibnu dan Novriyanti. Pada Kamis (26/9), jenazah Ibnu dan Novriyanti diterbangkan bersama dengan enam jenazah lainnya yang sama-sama berasal dari Pesisir Selatan. Ke delapan jenazah ini terbang dengan pesawat kargo. Sementara Zal dengan pesawat penumpang biasa.
Zal mengaku tidak tahu apa persoalan sebenarnya yang membuat ia dan keluarganya harus menghadapi kenyataan pahit ini. Zal sudah enam tahun lebih merantau ke Wamena. Selama itu, Zal beraktivitas menjual barang-barang sembako.
Selama merantau ke Wamena, Zal merasa tidak pernah mempunyai musuh. Malahan ia selalu berteman dan bergaul dengan baik dengan warga asli Wamena. Bahkan Zal mengaku berteman akrab dengan orang-orang dari Organisasi Papua Merdeka (OPM). Zal menyebut 30 pelaku yang menewaskan keluarganya bukan dari OPM. Zal sama sekali tidak kenal siapa saja dan datang dari mana ke 30 orang tersebut.
"Kalau sama orang-orang OPM saya kenal. Dan yang 30 orang itu bukan dari OPM. Saya tidak tahu mereka siapa dan datang dari mana tiba-tiba beraksi brutal seperti itu," ucap Zal.
Zal menyebut orang-orang asli Wamena yang mereka kenal juga heran dan tida tahu siapa-siapa saja pelaku kerusuhan tersebut. Kalau dengan warga asli Wamena, Zal merasa selama ini tidak ada masalah. Bahkan sampai saat ini adik ipar Zal atau adik kandung Novriyanti diselamatkan oleh warga asli Wamena.
Warga Wamena yang diangkut menggunakan pesawat Hercules milik TNI AU tiba di Sentani, Jayapura, Papua, Selasa (1/10/2019).
Saat ini Zal ingin menenangkan diri di Sungai Rampan, koto Nan Tigo IV koto Hilie, Batang Kapas, Kabupaten Pesisir Selatan rumah orang tuanya. Zal mengaku masih trauma dengan kejadian yang ia alami.
Zal belum bisa memikirkan apa langkah ia ke depan untuk mencari nafkah untuk membesarkan Gian putra sulungnya. Tapi Zal mengakui sebelum tragedi Wamena ini, ia merasa nyaman di Wamena. Karena di sana perekonomiannya berjalan baik. Usaha jual beli barang sembako di sana berjalan lancar.
"Kalau balik ke sana, sepertinya tidak. Saya di sini (Sumbar) saja dulu," kata Zal menambahkan.
Satu permintaan Zal kepada pemerintah daerah Papua dan Pemerintah Wamena dan Jayawijaya agar aset-aset para korban tragedi Wamena diganti. Zal mengaku ada jutaan asetnya yakni barang sembako dan sepeda motornya habis dibakar perusuh.
Zal berharap Wamena segera pulih dan tidak terjadi lagi konflik. Zal tak ingin kejadian tersebut membuat NKRI tercabik-cabik.
"NKRI tetap NKRI. Saya harap tidak ada lagi konflik," ujar Zal.