Selasa 01 Oct 2019 14:10 WIB

Gerindra dan Golkar Dinilai Penyeimbang di Parlemen

Parlemen berfungsi sebagai pengawas pemerintah.

Rep: Erik Purnama Putra/ Red: Muhammad Hafil
Sejumlah anggota DPR,DPD dan MPR mengikuti sidang paripurna dan pengucapan sumpah/janji anggota DPR,DPD dan MPR periode 2019-2024 di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (1/10).
Foto: Republika/Prayogi
Sejumlah anggota DPR,DPD dan MPR mengikuti sidang paripurna dan pengucapan sumpah/janji anggota DPR,DPD dan MPR periode 2019-2024 di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (1/10).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Polemik menjelang Pemilihan Ketua Majelis Permusyawaratan Republik Indonesia (MPR RI) periode 2019-2024 memicu beragam spekulasi, termasuk menguatnya kekuasaan koalisi partai pengusung Jokowi-Ma'ruf Amin di Komplek Parlemen Senayan. 

Fenomena tersebut dinilai pengamat politik Universitas Jayabaya, Igor Dirgantara tidak sejalan dengan azas demokrasi. Mengingat, peran MPR yang berfungsi sebagai pengawas lembaga eksekutif.  "Jika sepakat bahwa bangsa Indonesia memerlukan 'penyeimbang' dalam praktek penyelenggaraan negara, maka posisi ketua MPR selayaknya diberikan kepada partai koalisi Prabowo-Sandi," kata Igor saat dihubungi wartawan pada Senin (30/9). 

Baca Juga

Pembelahan masyarakat yang terjadi saat pelaksanaan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019, menurut Igor, harus diselesaikan dengan pembangunan politik dan ekonomi yang baik. Bagaimana pun, lanjut dia, Indonesia membutuhkan demokrasi yang seimbang, sistem politik yang kuat, baik dalam visi maupun aksi. 

"Pascapilpres 2019, Prabowo sudah bertemu Jokowi dan Megawati. Sekarang saatnya untuk move on dan menjalankan proses demokrasi yang baik. Sistem presidensial yang kita anut tidak memaksakan the winner takes all, artinya yang kalah dalam kompetisi pemilu juga bisa berpartisipasi ke dalam kabinet pemerintahan (eksekutif), atau di legislatif, juga di lembaga yudikatif," kata Igor.

Posisi penyeimbang atau oposisi katanya perlu diperkuat karena harus berkembang dengan baik dalam sistem demokrasi Indonesia. Igor mengatakan, penyeimbang, pengawasan, dan kebijakan alternatif sangat diperlukan, terutama semangat dalam melaksanakan fungsi kontrol terhadap jalannya pemerintahan. 

Sehingga, menurut Igor, posisi ketua MPR layak diberikan kepada partai koalisi Prabowo-Sandi, baik Gerindra, PKS, maupun PAN. "Kader Gerindra paling layak karena perolehan suaranya di Pileg 2019 paling besar di parpol koalisi pengusung Prabowo-Sandi. Namun, kalau pun karena proses politik harus dari partai koalisi Jokowi-Amin, maka kader Golkar lebih pas karena posisi di Pileg 2019 berada di tiga besar, bersama PDIP dan Gerindra," jelasnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement