Selasa 01 Oct 2019 12:54 WIB

Para Srikandi Penembus Langit

Akademik Angkatan Udara melahirkan dua pilot perempuan pertama di Indonesia.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Esthi Maharani
Letda Pnb Mega Coftiana dan Letda Pnb Anisa Amalia Oktavia menjadi dua pilot perempuan pertama yang lulus dari Akademik Angkatan Udara (AAU). Keduanya sama-sama ditempatkan di pesawat angkut, baik jenis Hercules C-130 maupun CASA 212.
Foto: Republika/Wilda Fizriyani
Letda Pnb Mega Coftiana dan Letda Pnb Anisa Amalia Oktavia menjadi dua pilot perempuan pertama yang lulus dari Akademik Angkatan Udara (AAU). Keduanya sama-sama ditempatkan di pesawat angkut, baik jenis Hercules C-130 maupun CASA 212.

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Untuk pertama kalinya, Akademik Angkatan Udara (AAU) melahirkan dua pilot perempuan pertama di Indonesia. Kedua perempuan hebat tersebut adalah Letda Pnb Anisa Amalia Octavia dan Letda Pnb Mega Coftiana.

Anisa dan Mega memiliki riwayat pendidikan yang serupa, yakni lulusan SMA Taruna Nusantara. Lalu keduanya melanjutkan pendidikan di AAU selama empat tahun di Magelang dan Yogyakarta. Setelah lulus, mereka mencoba masuk ke Sekolah Penerbangan hingga kemudian menjadi pilot perempuan pertama dari AAU.

Pada penempatan, Anisa dan Mega sama-sama dipercaya untuk mengendalikan pesawat angkut. Yang membedakan, Anisa pada pesawat Hercules C-130 sedangkan Mega di kelas CASA 212. Capaian ini membuat Anisa menjadi pilot perempuan pertama pesawat Hercules C-130.

Kepada Republika, Anisa mengaku bangga dan senang berhasil menjadi pilot perempuan pertama pesawat Hercules. Namun capaian ini juga menjadi beban moril bagi perempuan kelahiran Sleman, 13 Oktober 1994 tersebut.

"Soalnya saya kan pertama dan menjadi contoh nantinya untuk adik penerus, saya menjadi percobaan bisa atau enggak dikasih Hercules," kata Anisa.

Di balik keberhasilan Anisa saat ini sebenarnya ada perjuangan yang cukup besar. Semula, Anisa agak ragu untuk masuk dan menjadi bagian dari sekolah penerbangan. Fobia ketinggian dan izin dari orang tua merupakan faktor utama keraguan tersebut.

"Karena saya mikirnya kalau saya mempertahankan fobia, saya akan terseok di pendidikan. Jadi saya coba hilangkan agar bisa mudah menyelesaikan pendidikan," jelas anak pertama dari tiga bersaudara ini.

Sekarang, Anisa setidaknya sudah memiliki 100 jam terbang pada pesawat latih jenis TP-120. Kemudian dia juga pernah memiliki 100 jam terbang pada pesawat jenis KT 1 B. Sementara pada pesawat Hercules sekitar delapan jam terbang.

"Sekarang juga saya jadi senang melakukan manuver ekstrem pesawat. Orang tua juga sudah mengizinkan, malah ibu selalu mendoakan saya," tambahnya.

Rasa bangga menjadi pilot perempuan pertama dari AAU tidak hanya dirasakan Anisa, tapi Mega juga. Dia selalu berpikir, pilot lebih banyak dikendalikan oleh kalangan pria. Namun stigma itu kini terpecahkan setelah dia menjadi bagian tersebut.

"CASA memang sudah ada, tapi kebanyakan hampir sudah pensiun semua," jelasnya.

Kedua perempuan yang kini ditugaskan di Lanud Abd Saleh Malang tersebut terus berlatih fisik seperti push up dan mengangkat barbel setiap hari. Upaya ini ditunjukkan agar kedua tangan mereka bisa lebih kuat saat mengendalikan alat kontrol pesawat.

Saat ini, Mega dan Anisa menegaskan, akan terus berupaya dan melatih diri menjadi lebih baik. Keduanya akan tetap semangat menggeluti profesinya sebagai penerbang meski itu sulit. Selain membantu banyak pihak, pemahaman profesinya ini kelak dapat dipelajari penerusnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement