REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Aksi Gejayan Memanggil kembali digelar di Pertigaan Colombo, Jalan Gejayan, Sleman, Senin (30/9). Kali ini, aksi memberi sorotan lebih terhadap tindakan represif oknum aparat polisi menangani aksi-aksi mahasiswa.
Berikut tuntutan-tuntutan Aliansi Rakyat Bergerak:
1. Hentikan segala bentuk represi dan kriminalisasi terhadap gerakan rakyat.
2. Tarik seluruh komponen militer, usut tuntas pelanggaran HAM, buka ruang demokrasi seluas-luasnya di Papua.
3. Mendesak pemerintah pusat untuk segera menanggulangi bencana dan menyelamatkan korban. Tangkap dan adili pengusaha dan korporasi pembakar hutan, serta cabut HGU dan hentikan pemberian izin baru bagi perusahaan besar perkebunan.
4. Mendesak Presiden untuk menerbitkan Perppu terkait UU KPK.
5. Mendesak Presiden untuk menerbitkan Perppu terkait UU Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan.
6. Mendesak pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
7. Merevisi pasal-pasal yang dianggap bermasalah dalam RKUHP dan meninjau ulang pasal-pasal tersebut dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat sipil.
8. Menolak RUU Pertanahan, RUU Ketenagakerjaan, RUU Keamanan dan Ketahanan Siber, serta RUU Minerba.
9. Tuntaskan pelanggaran HAM dan HAM berat serta adili penjahat HAM.
Koordinator Aliansi Rakyat Bergerak, Nailendra mengatakan, aksi ini tetap menyuarakan tuntutan-tuntutan kepada pemerintah dan DPR. Tapi, ia tidak bisa memperkirakan massa kali ini lebih banyak atau tidak.
"Kami tidak bisa memperikaran berapa massa yang akan datang, tapi kami tidak peduli berapa yang datang, kami tetap ingin menyatakan sikap," kata Nailendra kepada Republika, Senin (30/9).
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) berjanji menghubungi Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian terkait tindakan represif aparat terhadap mahasiswa. Jokowi mengatakan, penanganan aksi demonstrasi harus dilakukan secara terukur dan tak represif.
"Tadi kami sudah dapat masukan, nanti saya akan telepon langsung kepada Kapolri agar dalam menangani setiap demonstrasi itu dilakukan dengan cara-cara yang tidak represif yang terukur," ujar Jokowi saat memberikan pernyataannya di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (26/9).