REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kisah hidup pendiiri Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI), Lafran Pane, akan segera bisa dinikmati dalam sebuah film. Bahkan, pada pekan ini, yakni 7 Otober 2019, pengambilan perdana film ini akan dimulai, yakni di kampung kelahiran Lafran Pane di Sipirok, Sumatra Utara.
‘’Insyallah, pada pekan ini pengambilan gambar tentang kisah hidup Pak Lafran akan dimulai. Semua crew film akan ke sana. Kami pun akan hadir dalam pengambilan perdana tersebuy,’’ kata Ketua Dewan Penasihat Majelis Korps Alumni HMI (KAHMI)
Akbar Tandjung ketika memberikan pidato pada hari ulang tahun KAHMI, HMI, dan Kohati, di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta, Ahad malam (29/9).
Akbar Tandjung mengatakan, film tentang Lafran Pane ini rencananya akan tayang perdana pada Maret 2020. "Insya Allah penayangannya bulan Maret 2020. Persiapan film Lafran Pane sudah dilakukan sejak kurang lebih satu tahun yang lalu. Film ini diangkat dari novel biografi berjudul "Merdeka Sejak Hati" karya penulis Ahmad Fuadi.
Produser film ini, Deden Ridwan, sebelumnya menuturkan, Lafran Pane adalah sosok yang inspiratif dan heroik. Kisahnya menggerakkan jutaan alumni HMI untuk terlibat membangun Indonesia. Oleh karena itu, kisah Lafran Pane harus disebarluaskan.
"Cerita inspiratif dan heroik perjuangan Lafran Pane tersebut harus terus kita lestarikan dan sebarluaskan, terutama bagi generasi milenial," ucap Deden.
Keterangan Foto: Akbar Tanjung saat berpidato pada ulang tahun KAHMI< HMI, dan Kohati di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta, (29/9). Saat itu juga ditandai dengan peluncuran film yang berkisah soal sosok pendiri HMI, Lafran Pane.
Selain itu, Akbar kembali mengatakan, para kader HMI dan bangsa ini harus mengingat jasa Lafran Pane. Dia berhasil mewujudkan hadirnya sbeuah generasi intelektual Islam yang berpikir kebangsaan. Dan atas jasanya itu, Lafran Pane pun telah mendapat gelar sebagai pahlawan Nasional.
‘’Sosok lain yang berjasa besar pada HMI adalah mendiang cendikiwan Nurchlosih Madjid. Dialah peletak nilai dasar dan perjuangan HMI. Nurcholish memimpin HMI selama dua periode di masa-masa kritis, setelah peristiwa G30SPKI,'' ujarnya.
Akbar mengingatkan, sebelum hingga pertengahan tahun 19666, HMI waktu itu selalu mendapat tekanan dan ingin dibubarkan oleh aktivis pro komunis. Tapi Nurcholish dan para senior lainnya berhasil mengatasi persoalan.
"Di masa berikutnya Nurcholish kemudian menggabungkan kenyataan bahwa ke Islam dan Ke Indonesiaan sebenarna tak ada persoalan. Di sini sama dengan Lafran Pane, Nurcholish Madjid pun berjasa besar,’’ tegas Akbar Tanjung.
Sementara, Koordinator Presidum Majelis Nasional KAHMI, Herman Khaeron, menegaskan semenjak berdirinya HMI pada tahun 1947 organisasi ini telah begitu banyak menumbangkan kader pemimpin dan intelektual bagi bangsa Indonesia. Mereka berkiprah di banyak bidang kehidupan berbangsa dan bernegara.
''Sampai kini kader HMI yang mendapat gelar profesor doktor sudah mencapai 1.700 orang. Mereka memajukan bangsa dengan menggabungkan ke Indonesian dan keIslaman. Mereka memajukan peri kehidpan bangsa sesui amanat konstitusi,'' tandas Herman Khaeron.