REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terus berupaya melakukan upaya teknologi modifikasi cuaca (TMC) di sejumlah wilayah kebakaran hutan dan lahan (karhutla). KLHK menyebut, sejauh ini TMC didukung dengan munculnya bibit awan sebanyak 70 persen secara nasional.
Direktur Pengendalian Karhutla KLHK Raffles Panjaitan menyampaikan, upaya pengendalian dan pemadaman karhutla terus digenjot seiring dengan momentum munculnya bibit awan sebesar 70 persen secara nasional. Diharapkan, dari tujuh provinsi yang rawan karhutla nantinya dapat segera terguyur hujan secara masif.
“Kami terus lakukan upaya pemadaman dengan TMC, ada 70 persen bibit awan soalnya. Jadi cukup mendukung (pemadaman dengan hujan buatan),” kata Raffles saat dihubungi Republika, Ahad (29/9).
Raffles mengatakan, berdasarkan hasil pemantauannya di beberapa wilayah karhutla, Provinsi Kalimantan Tengah masih diamuk lahapan api yang cukup besar. Sedangkan di wilayah karhutla lainnya, pengendalian karhutla cukup terstruktur dan dapat membuahkan hasil yang relatif baik.
Dia mencontohkan, modifikasi cuaca dengan hujan buatan juga berhasil dilakukan di Jambi pada Jumat (27/9) kemarin. Di mana hujan terjadi pada pukul 14.00 waktu setempat dan diklaim Raffles sebagai hujan dengan volume air yang cukup deras. Hujan di Jambi itu berlangsung dari pukul 14.00-19.00 waktu setempat.
Berdasarkan catatan rekapitulasi hujan buatan KLHK, terdapat 237 sortie yang tersebar di lima provinsi antara lain Riau, Suamtera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan. Adapun total garam yang dialokasikan dalam TMC yakni 211.216 kilogram (kg) di lima provinsi tersebut.
Raffles optimistis dengan dukungan bibit awan yang relatif cukup itu, modifikasi cuaca dengan hujan buatan nantinya dapat lebih masif lagi terjadi. Dia menyebut, sejauh ini pemerintah telah berhasil melakukan modifikasi hujan buatan di Sumatera Selatan, Riau, Kalimantan Tengah, Jambi, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Barat.
Meski begitu pihaknya mengakui, masih terdapat sejumlah lahan milik korporasi yang ditemui terbakar. Di Jambi, berdasarkan hasil peninjauannya di lapangan, terdapat 7 perusahaan yang diketahui lahannya terbakar. Hanya saja pihaknya belum mengetahui lebih jauh apakah kebakaran di lahan milik perusahaan tersebut disengaja atau tidak.
Dia menyebut, sejauh ini luasan data karhutla masih belum diperbaharui dari rilis pada 26 September 2019 kemarin. Dalam data itu, karhutla tercatat seluas 328.724 hektare dengan titik panas mencapai 2.773 titik.
Hanya saja dia meyakini, dengan munculnya hujan-hujan buatan yang diklaim sukses tersebut, bakal ada pengurangan jumlah hotspot. “Ya apalagi ke depannya kita harapkan tak hanya hotspotnya yang turun, tapi karhutlanya juga bisa padam,” kata Raffles.