REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai, peristiwa kekerasan terhadap pengunjuk rasa di DPR RI dan sejumlah daerah, menunjukkan aparat kepolisian tidak terkomando dengan baik dalam menangani unjuk rasa. Komnas HAM juga menilai, kurang rapinya penanganan kepolisian terhadap mahasiswa yang ditangkap.
"Betul kita lihat anggota polisi di lapangan sepertinya tidak terkomando dengan baik sehingga macam-macam terjadi," kata Komisioner Komnas HAM Amiruddin Al Rahab dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (27/9).
Amiruddin mengatakan, semestinya langkah-langkah yang diambil aparat kepolisian dalam menangani unjuk rasa bisa lebih rapi. "Ke depan kira harap lebih rapi menangani aksi seperti ini. Karena saya yakin dengan sistem demokrasi seperti ini maka aksi-aksi serupa pasti akan ada lagi ke depan, karena orang menyampaikan pendapat di depan umum itu sah secara hukum," ujar Amiruddin.
Wakil Ketua Komnas HAM Hairansyah mengatakan ada langkah penangkapan yang dilakukan kepolisian terhadap mahasiswa yang menimbulkan spekulasi publik. "Ada dua nama mahasiswa UIN yang menjadi atensi pihak kampus, keluarga dan Komnas HAM karena sempat tidak diketahui keberadaannya," tutur Hairansyah.
Dia mengatakan, kedua mahasiswa itu diamankan saat sudah di luar kegiatan unjuk rasa, ketika sedang makan. Penangkapan dilakukan oleh orang-orang yang tidak menggunakan tanda pengenal serta tanpa surat penangkapan yang jelas.
"Mereka kan bukan teroris, tapi mahasiswa yang tidak bersenjata, yang tentu diketahui identitas alamat jelasnya, sehingga seharusnya bisa ditangkap melalui prosedur hukum pidana biasa," ucap Hairansyah.
Belakangan, kata dia, baru diketahui bahwa kedua mahasiswa itu berada di Polda Metro Jaya.