REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) menyatakan deteksi dini perlu dilakukan dalam upaya pencegahan penyakit paru akibat kabut asap di wilayah terdampak.
"Tapi bila sudah muncul batuk-batuk kemudian sesak napas, berdahak, tentunya harus segera ke dokter. Karena pertolongan terpenting adalah bagaimana peradangan yang muncul karena iritan dapat diberikan obat sehingga keluhannya berkurang," kata Ketua Pengurus Harian PDPI Dr. Agus Dwi Susanto usai Konferensi Pers PDPI untuk memperingati Hari Paru Sedunia di Kantor PDPI di Jakarta, Kamis (26/9).
Di tengah kabut asap yang melanda wilayah Kalimantan Tengah, Riau, Jambi dan wilayah lain, Dr. Agus mengemukakan masyarakat perlu mengenali kemungkinan munculnya gejala penyakit paru yang dapat menyebabkan dampak jangka panjang terhadap kesehatan.
Cara mengenali kemungkinan risiko tersebut adalah dengan deteksi dini. Namun, apabila sudah muncul batuk-batuk, sesak napas, batuk berdahak, maka penderita harus segera ke dokter untuk mendapatkan pertolongan pertama.
Apabila seseorang mengalami sesak napas karena menghirup udara kotor akibat karhutla selama berbulan-bulan, maka yang perlu mereka lakukan pertama kali adalah dengan berupaya sesegera mungkin mencari udara yang segar.
"Salah satunya dengan pergi ke rumah singgah yang kualitasnya bagus," ujarnya.
Pada penderita asma, pertolongan pertama yang perlu diberikan adalah obat yang dapat melegakan saluran pernapasan. Agus mengatakan berdasarkan data PDPI, kabut asap yang terjadi di wilayah yang terkena dampak karhutla telah menimbulkan banyak keluhan pernapasan dari masyarakat.
Keluhan pernapasan yang banyak muncul akibat kabut asap adalah batuk-batuk berdahak, sakit tenggorokan bahkan infeksi saluran pernapasan atas (ISPA). Kabut asap akibat karhutla, tambah dia dapat menimbulkan dampak jangka pendek dan jangka panjang bagi para korban yang terkena dampak kabut asap.