REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Aksi Gejayan Memanggil telah berlangsung sangat lancar. Bahkan, hampir semua tudingan tidak sedap yang bermunculan di media sosial jelang unjuk rasa damai itu terpatahkan dan tidak terbukti.
Pertama, massa Gejayan Memanggil yang secara umum mengkritisi sikap pemerintah dan DPR atas UU-UU bermasalah itu dituding tidak jelas. Faktanya, massa hampir bisa dipastikan mahasiswa dan dosen-dosen.
Hal itu dapat dibuktikan massa yang sangat banyak pula menggunakan almamater masing-masing universitas. Termasuk, mereka yang berasal dari kampus-kampus yang melarang mahasiswanya mengikuti aksi itu.
Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Muhamadiyah Yogyakarta (UMY), Bachtiar Dwi Kurniawan, menjadi salah satu dosen yang ada di aksi tersebut. Bachtiar murni datang dengan niatan menjaga mahasiswanya.
Bachtiar mengaku memiliki tanggung jawab moral untuk turut menjaga mahasiswanya yang mengikuti unjuk rasa. Ada di Gejayan Memanggil hingga sore, Bachtiar membuktikan tudingan-tudingan itu terpatahkan.
"Tidak ada pihak-pihak yang memanfaatkan gerakan mahasiswa yang murni ini, mereka agent of change, penyambung lidah masyarakat, tidak ada nyinyiran-nyinyiran itu," kata Bachtiar.
Tidak sendiri, Bachtiar datang bersama dosen-dosen UMY lain yang berbagi tugas menjaga mahasiswa-mahasiswanya. Termasuk, menjaga agar ketika lelah sekalipun tidak mudah terpancing provokator-provokator.
Kedua, Gejayan Memanggil dituding ditunggangi barisan sakit hati. Faktanya, hampir semua aspirasi ditujukan kepada kebijakan dan tidak ada satupun serangan-serangan yang dilayangkan terhadap perorangan.
Hal itu bisa sangat mudah dibuktikan melalui spanduk-spanduk yang massa bawa. Baik yang datang dari selatan atau pertigaan revolusi UIN Suka, utara gerbang Sanata Dharma, maupun barat bundaran UGM.
Koordinator Umum Aliansi Rakyat Bergerak, Rico Tude mengungkapkan, mereka murni merupakan mahasiswa-mahasiswa yang resah atas kebijakan pemerintah dan DPR hari ini. Artinya, datang dari banyak kalangan.
"Artinya, ada suatu energi baru, ada suatu kekuatan baru, yang hari ini menggugat rezim, entah itu kubu kampret maupun kubu cebong (sebutan kubu-kubu ketika Pilpres 2019)," ujar Rico.
Ketiga, Gejayan Memanggil dituding memiliki tujuan utama kerusuhan. Faktanya, aksi berjalan sangat aman tanpa ada satu insiden-insiden kerusuhan kecil sekalipun seperti yang biasa ada ketika unjuk rasa.
Bahkan, bisa dilihat pula dari mudahnya personel-personel Kepolisian melakukan komunikasi dan koordinasi. Bahkan, Polisi akhirnya tampak tidak kerepotan mengatur aksi dan lebih banyak mengatur lalu lintas.
Itu dikuatkan Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, Sutrisna Wibawa, yang datang langsung memastikan situasi dan kondisi aman. UNY memang merupakan kampus paling dekat dengan titik aksi Gejayan Memanggil.
"Saya pun cukup lama di Gejayan, hingga merasa aksi tersebut berjalan dengan damai dan tidak perlu dikhawatirkan," kata Sutrisna, lewat postingan Twitternya di akun @sutrisna_wibawa
Keempat, Gejayan Memanggil dituding cuma akan membuat kemacetan yang merugikan masyarakat. Faktanya, kemacetan mampu dihindari karena polisi sudah melakukan rekayasa-rekayasa lalu lintas.
Sejak siang, lalu lintas memang sudah dialihkan sejak persimpangan-persimpangan sebelum sampai ke pertigaan Colombo. Hal itu otomatis membuat banyak pengendara sudah lebih dulu terhindar dari lokasi.
Kelima, Gejayan Memanggil dituding akan meninggalkan sampah-sampah yang cuma merepotkan petugas kebersihan. Faktanya, orator-orator cukup rajin mengingatkan agar massa tidak buang sampah sembarangan.
Bahkan, selama dan setelah aksi, banyak relawan sampah yang memungut langsung sampah-sampah yang masih ada. Mereka yang membawa kantung plastik hitam besar itu terlihat sampai aksi benar-benar selesai.