REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto mengatakan, akan ada gelombang baru gerakan yang ingin membuat masyarakat tidak percaya lagi dengan pemerintah. Gerakan tersebut melibatkan beberapa kelompok masyarakat, salah satunya kelompok Islam radikal.
"Dari informasi yang kita terima, nantinya akan ada satu gerakan gelombang baru.
Gerakan gelombang baru ini kita harus waspada karena akan mengerahkan kelompok Islam garis keras, juga akan melibatkan para suporter. Suporter bola kaki pun akan disasar untuk dilibatkan dalam gerakan itu," ujar Wiranto dalam konferensi pers di Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Kamis (26/9).
Kelompok pelajar, kata dia, sudah dilibatkan kemarin. Menurut dia, gerakan itu menghasut dan memprovokasi para pelajar untuk berhadapan dengan aparat keamanan. Dari sana, mereka berharap akan adanya korban yang berujung pada ketidakpercayaan kepada pemerintah.
"Korban menjadi martir. Martir kemudian menciptakan suatu gerakan yang lebih besar lagi. Gerakan yang lebih besar lagi menyebabkan chaos dan chaos akan membangun ketidakpercayaan kepada pemerintah yang sah. Itu yang disasar oleh mereka," katanya.
Selain pelajar, Wiranto menjelaskan, gelombang baru tersebut juga akan menggerakkan kelompok Islam radikal, para pendukung klub sepak bola, para buruh, pengemudi ojek daring, hingga paramedis. Menurut Wiranto, paramedis sudah diprovokasi dengan isu menyesatkan yang dikaitkan dengan undang-undang (UU) yang baru.
"Bahwa paramedis ini yang salah mengambil keputusan dalam mengobati pasien akan kena denda Rp 1 juta. Katanya menurut UU. Tapi nggak ada. Ini provokasi yang menyesatkan. Sehingga kelompok paramedis kita ingatkan mengikuti provokasi, penyesatan itu," tuturnya.
Wiranto juga mengatakan, penunggang demonstrasi mahasiswa dan pelajar bertujuan menggagalkan pelantikan DPR dan presiden serta wakil presiden. Wiranto meyakini, yang bertindak brutal pada demonstrasi itu adalah perusuh, bukan mahasiswa atau pelajar.
"Tujuan akhirnya adalah menggagalkan pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih," ujar Wiranto.
Ia mengatakan, demonstrasi mahasiswa dan pelajar sebenarnya sudah dilakukan dengan cara yang baik dan beretika. Namun, kemudian demonstrasi tersebut dirusak dengan perlakuan yang brutal. Hal yang menurutnya bukan lagi dapat disebut sebagai demonstrasi.
"Saya kira bukan demonstrasi karena dilakukan oleh para perusuh. Melawan petugas, melempar batu, meluncurkan kembang api, panah-panah api kepada petugas, bergerak di malam hari, dan berusaha untuk menimbulkan korban," katanya.
Tujuan mengoreksi kebijakan pemerintah maupun anggota legislatif yang dimiliki oleh para mahasiswa, kata Wiranto, sudah berubah ketika malam hari. Tujuan yang muncul, yakni adalah untuk menduduki gedung DPR dan MPR. Itu ia duga dilakukan untuk mengggalkan pelantikan anggota DPR dan presiden serta wakil presiden terpilih.
"Kita sangat menyesalkan demonstrasi yang konstruktif, yang bernuansa koreksi, yang elegan itu kemudian diambil alih oleh demonstrasi yang tidak lagi mengarah kepada apa yang telah dijawab oleh pemerintah dan DPR," tutur Wiranto.