REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Aksi unjuk rasa yang dilakukan Aliansi Rakyat untuk Demokrasi (ARD) di depan gedung DPRD dan Balai Kota Malang berakhir ricuh, Selasa (24/9). Pelemparan batu dan dorongan untuk mendobrak pagar gedung dewan pun tidak terhindarkan.
Kericuhan pada unjuk rasa terpaksa membuat aparat mengaktifkan satu unit water canon. Di tengah-tengah penindakan ini, dua aparat dan satu wartawan media lokal dilaporkan terluka. Luka pada dua di antaranya menyebabkan pendarahan di pelipis dan tulang pipi.
Polisi Brigadir Ahamd Rofiqun Nabil mengaku tidak mengetahui pasti apa yang menyebabkan tulang pipi dan pelipisnya terluka. "Enggak tahu sepatu atau batu," kata Nabil saya ditemui wartawan di lobi gedung DPRD Kota Malang, Selasa (24/9).
Nabil mengatakan, lemparan ini terjadi setelah gerbang gedung DPRD berhasil terbuka. Dia bersama pasukan keamanan lain pun langsung maju membentuk barisan. Tanpa diduga, pelipisnya terkena lemparan yang membuatnya sedikit terkejut.
"Waktu kena, saya sempat terus maju. Tahu ada yang netes, saya sempat mengira itu keringat tapi ternyata darah," katanya.
Tidak hanya aparat, wartawan media lokal, Anggoro, pun harus mengalami hal serupa. Pundak, kaki dan tangannya harus kesakitan setelah mendapatkan lemparan keras di tubuhnya. "Pundak kayak kena pukulan keras. Entah itu water canon atau apa, saya tidak tahu. Yang pasti, pas bangun kaki linu dan tangan sakit," katanya.