Selasa 24 Sep 2019 15:21 WIB

Wiranto: Demo-Demo Sudah tidak Relevan, tidak Penting Lagi

Menurut Wiranto, demo tak relevan karena Presiden sudah menunda pengesahan RKUHP.

Rep: Ronggo Astungkoro, Febrianto Adi Saputro/ Red: Andri Saubani
Mahasiswa dari berbagai kampus menggunakan berbagai moda trasnportasi menuju kompleks Gedung Parlemen Jakarta, Selasa (24/9).
Foto: Yogi Ardhi/Republika
Mahasiswa dari berbagai kampus menggunakan berbagai moda trasnportasi menuju kompleks Gedung Parlemen Jakarta, Selasa (24/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto menilai, demonstrasi yang menolak disahkannya beberapa revisi undang-undang (UU) sudah tidak relevan. Itu karena pemerintah sudah memutuskan untuk menunda pengesahan UU yang menjadi tuntutan demonstran.

"Demonstrasi-demonstrasi yang menjurus ke penolakan UU Pemasyarkatan, KUHP, Ketenagakerjaan, itu sudah tidak relevan lagi, tidak penting lagi," ujar Wiranto dalam konferensi persnya di Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (24/9).

Baca Juga

Wiranto berkata demikian lantaran presiden telah memutuskan untuk menunda pengesahan revisi UU KUHP, Pertanahan, Minerba, Ketenagakerjaan, dan Pemasyarakatan. Langkah itu diambil setelah pemerintah bertemu dengan perwakilan DPR RI di Istana Negara, Senin (23/9).

"Dari delapan RUU itu, pemerintah, presiden, hanya menyetujui tiga RUU. Jadi yang lima ditunda. Tiga-tiganya itu adalah revisi UU KPK, UU MD3, dan UU PPP," katanya.

Karena itu, menurut Wiranto, untuk membahas sisa revisi UU yang tidak disetujui pemerintah tersebut dapat dilakukan dengan cara yang lebih terhormat dan etis, bukan dengan demonstrasi di jalanan. Cara yang lebih terhormat tersebut bisa dengan dialog yang konstruktif dengan DPR dan pemerintah periode berikutnya.

"Saya mengimbau di sini agar rencana-rencana demonstrasi yang menyangkut penolakan tentang UU yang saat ini ditunda itu lebih baik diurungkan karena hanya akan menguras energi kita," kata dia.

Ia menyampaikan, selain akan menguras energi, demonstrasi dengan cara yang telah dilakukan beberapa hari ke belakang ini juga membuat masyarakat tidak tentram dan mengganggu ketertiban umum. Ia menjelaskan, lebih baik tenaga yang ada digunakan untuk membincangkan masukan tambahan yang perlu didengarkan DPR maupun pemerintah.

"Agar UU ini pada saat diundangakan itu betul-betul tidak menimbulkan kerugian, menimbulkan pro dan kontra yang lebar antarmasyarakat kita," tutur dia.

DPR melalui forum Badan Musyawarah (Bamus) pada Senin (23/9) dan forum lobi hari ini Selasa (24/9) telah sepakat untuk menunda RKUHP dan RUU Permasyarakatan. Ketua DPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengatakan, penundaan itu dilakukan untuk memberikan waktu, baik kepada DPR maupun pemerintah untuk mengkaji dan mensosialisasikan isi dari kedua RUU tersebut.

Karena ditunda, maka DPR RI bersama pemerintah akan mengkaji kembali pasal per pasal yang terdapat dalam RKUHP, khususnya yang menjadi sorotan publik. Sambil juga kita akan gencarkan kembali sosialisasi tentang RUU KUHP.

"Sehingga masyarakat bisa mendapatkan penjelasan yang utuh, tak salah tafsir apalagi salah paham menuduh DPR RI dan pemerintah ingin mengebiri hak-hak rakyat," ujar Bamsoet dalam keterangan tertulisnya, Selasa (24/9).

Sedangkan dua RUU lainnya, yakni RUU Pertanahan dan RUU Minerba masih dalam pembahasan ditingkat I dan belum masuk dalam tahap pengambilan keputusan. Bamsoet menjelaskan, penyusunan RUU KUHP sudah melibatkan berbagai profesor hukum dari berbagai universitas, praktisi hukum, maupun lembaga swadaya dan organisasi kemasyarakatan. Sehingga, keberadaan pasal per pasalnya yang dirumuskan bisa menjawab berbagai permasalahan yang ada dalam masyarakat Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement