REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Mahasiswa dari berbagai universitas menggelar aksi demonstrasi ke Gedung DPR/MPR pada Selasa (24/9). Aksi ini merupakan aksi lanjutan pada Senin (23/9) dengan tuntutan yang sama yakni agar RKUHP, RUU KPK, RUU Pemasyarakatan, serta RUU bermasalah tidak disahkan di periode ini.
Dosen Ilmu Politik, Fisip UI, Pandji Anugrah Permana mengatakan pemerintah dan DPR jangan menanggap enteng aksi mahasiswa. Ia menjelaskan aksi demonstrasi ini dipicu isu kekecewaan atas kebijakan dan rancangan kebijakan pemerintah dan DPR terutama pengesahan UU KPK dan RKUHP.
"Keduanya itu memiliki konteks yang sangat penting dalam reformasi. Pertama berbicara soal komitmen pemberantasan korupsi. Kedua soal hak-hak sipil yang diatur dalam RKUHP. Ini memicu kekecewaan maupun ketidakpuasan gerakan mahasiswa di beberapa tempat," katanya saat ditemui pada Selasa (24/9).
Namun, ia menegaskan persoalan yang diusung lebih dari sekadar dua kebijakan tersebut. Ada berbagai masalah yang juga minta untuk diperhatikan pemerintah seperti kebakaran hutan, kenaikan BPJS Kesehatan, dan lainnya.
"Dengan banyaknya persoalan, maka pemerintah harus concern untuk memberikan respons yang positif, tepat, dan proporsional. Kalau salah langkah, salah kebijakan, bukan tidak mungkin gerakan mahasiswa menjadi lebih besar," katanya.
Ia menilai respons yang berikan pemerintah masih terbilang mengecewakan dan mengundang perdebatan bahkan cenderung tidak produktif. Beberapa pembantu presiden justru memberikan pernyataan yang kontraproduktif sehingga semakin memperbesar kekecewaan masyarakat.
"Yang harus digarisbawahi, respons tersebut bukan sekadar statement tapi dibarengi dengan tindakan yang konkret. Caranya simpatik bisa dilakukan misalnya memperbaiki kalau ada yang salah, dialog dan jalur komunikasi dibuka serta dibicarakan dengan kepala dingin. Intinya, itikadnya apa? Ada itikad baiknya apa enggak? Jangan terus cari kambing hitam. Fokus dan tanggapi secara proporsional!" katanya.