REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menjelaskan pergerakan asap akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) saat ini cukup dominan menuju arah Pekanbaru. Dampaknya, memengaruhi kualitas udara di daerah tersebut.
"Titik api di Riau saat ini sebenarnya, sedikit yakni hanya di pinggir-pinggir sekitar pantai, namun suplai asap banyak mengarah ke sana," kata Kepala pusat data informasi dan hubungan masyarakat (Kapusdatimnas) BNPB Agus Wibowo di Jakarta, Senin (23/9).
Pergerakan asap ke daerah Pekanbaru itu berasal dari titik api yang masih banyak terdeteksi di Pulau Sumatra. Termasuk pula di antaranya berasal dari Sumatra Selatan, Jambi dan daerah Riau itu sendiri.
Selain titik api di Pulau Sumatra, ia menyebutkan masih banyak pula titik api yang ditemukan di wilayah lainnya yakni Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur.
Bahkan terdapat pula titik api di Pulau Jawa, dampak dari musim kering di antaranya Gunung Merbabu yang masih belum padam seutuhnya.
BNPB beserta berbagai personel dari daerah terdampak karhutla terus melakukan upaya pemadaman api serta pembuatan hujan buatan. "Ada 287 juta liter air dan 176 ton garam untuk penanggulangan saat ini," kata dia.
Pemerintah khususnya instansi terkait terus berupaya semaksimal mungkin menggunakan teknologi modifikasi cuaca agar turun hujan di daerah terdampak karhutla.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mendeteksi adanya potensi awan hujan di beberapa wilayah Tanah Air termasuk daerah-daerah yang terdampak karhutla. "Hujan mulai terdeteksi di Kalimantan Barat di antaranya Kabupaten Melawi, Kabupaten Kubu Raya dan sekitarnya," kata Kepala Pusat Meteorologi Publik BMKG Fachri Radjab.
Keberadaan awan hujan diperkirakan akan meluas pada Selasa (24/9) sehingga diharapkan mampu menambah luas area hujan.