REPUBLIKA.CO.ID,
Oleh Febrian Fachri
Lisa (36 tahun) berusaha menenangkan bayinya yang terus menangis. Sembari itu, Lisa menjawab pertanyaan petugas posko yang tengah mendata nama dan alamat pengungsi. Bayinya bernama Alif terlihat tidak sehat. Matanya memerah dan pucat.
Setelah namanya didata petugas, Lisa menyampaikan keluhan dan kondisi Alif selama beberapa hari terakhir. Ia menceritakan, Alif mengalami sesak napas sejak dua hari lalu akibat kabut asap kebakaran hutan dan lahan (karhutla). "Di terus menangis. Suhu badannya naik karena dia sesak napas," kata Lisa saat bercerita kepada Republika, di Pekanbaru, kemarin.
Lisa sempat memeriksakan kondisi Alif ke puskesmas yang terletak di Jalan Sekolah Pekanbaru. Puskesmas menyarankan Lisa merawat inap Alif. Opsi lain yang ditawarkan pihak puskesmas adalah menginap di posko pengungsian yang telah dibuka pemerintah sejak sepekan terakhir.
Lisa kemudian mendatangi Posko Kesehatan Balai Rehabilitasi Sosial Anak Memerlukan Perlindungan Khusus Kementerian Sosial, Pekanbaru, Riau, Kamis (19/9). Posko itu dibuat khusus untuk para pengungsi korban kabut asap.
Kemensos menyulap ruang aula menjadi tempat mengungsi dan beristirahat para korban. Ada tiga baris kasur yang terpapar di ruang tengah aula. Di bagian pojok kanan dibuat ruangan yang dibatasi tirai kain.
Tempat itu menjadi tempat dokter memeriksa setiap pengungsi yang datang. Di ruangan tersebut, terlihat beberapa tabung oksigen, nebulizer, dan beberapa peralatan medis lainnya.
Setelah diperiksa dan sempat dipakaikan nebulizer, tangis Alif sedikit reda. Isak bekas tangisnya masih muncul. Kepalanya tersandar ke bahu ibunya yang masih mendengar arahan dari dokter. Setelah menyimak beberapa instruksi dan saran dari dokter, Lisa membawa Alif ke bagian pojok depan aula. Di sana, petugas posko sudah menyiapkan sebuah kasur untuk Lisa dan Alif beristirahat.
Warga berada di pekarangan rumahnya yang diselimuti kabut asap karhutla, Puding, Kumpeh Ilir, Muarojambi, Jambi, Ahad (22/9/2019).
Berdasarkan pantauan Republika, posko dipenuhi pengungsi. Warga mengungsi terlihat sibuk menjaga bayi, balita, dan anak-anak yang tengah beristirahat. Beberapa anak-anak terlihat hilir mudik bermain di aula yang cukup luas untuk berlarian ke sana sini. Banyak juga ibu-ibu yang sambil tiduran menyusui bayinya. Ada juga yang tengah memasangkan pakaian anaknya yang baru selesai mandi.
Linda (37 tahun) warga Rumbai, Pekanbaru, mengaku sudah dua hari mengungsi ke Posko Kesehatan Balai Rehabilitasi Sosial Anak Memerlukan Perlindungan Khusus Kementerian Sosial, Pekanbaru, di Kecamatan Rumbai ini. Linda membawa satu bayi dan dua balita.
Linda mengaku, awalnya ia memeriksakan bayinya ke puskesmas terdekat di Gelatik, Pekanbaru. Demi keamanan dan kemudahan biaya dan akses, puskesmas menyarankan Linda untuk pergi ke posko pengungsian karena pemerintah telah menyiapkan segala kebutuhan warga korban bencana asap di sana.
Linda menceritakan, warga yang ingin mengungsi hanya perlu membawa pakaian dan keperluan pribadi. Di posko sudah disediakan makanan, minuman, dan aneka makanan ringan. Kasur dan bantal pun sudah disediakan, begitu juga dengan peralatan bersih-bersih, mandi, dan mencuci.
Linda mengatakan, hal yang paling dibutuhkannya saat ini adalah udara bersih demi kenyamanan anak-anaknya karena di rumahnya hanya ada satu unit kipas angin. Walau selalu menyalakan kipas, anak-anak Linda tetap merasa resah karena udara yang mereka hirup tidak bersih. "Padahal, pintu dan jendela sudah kami tutup rapat, tapi tetap saja anak-anak saya sesak napas dan sering menangis," ujar Linda.
Selama berada di posko, ketiga buah hati Linda merasa nyaman. Tidurnya juga nyenyak karena suhu ruangan terasa sejuk. "Kalau di rumah, kami hanya sanggup beli kipas angin itu pun kecil. Kalau beli AC, kami tidak sanggup," kata Linda.
Linda hanya duduk sambil memangku bayinya yang tengah tertidur. Sementara, dua anaknya yang lain ikut bermain bersama teman-teman sebaya yang juga ada di pengungsian.
Manja Sari, seorang dokter umum yang bertugas di posko, tidak berhenti melakukan pemeriksaan dan melayani pengungsi untuk berdiskusi. Manja yang sebelumnya berdinas di salah satu rumah sakit swasta di Pekanbaru mengatakan, baru hari ini ditugaskan di posko yang terletak sekitar 6 kilometer dari pusat Kota Pekanbaru tersebut.
Manja menyebut, anak-anak dan balita yang ia periksa rata-rata mengalami sesak napas karena menghirup kabut asap. Hal tersebut membuat para bayi dan balita tidak nyaman sehingga mengekspresikannya dengan menangis.
Para orang tua juga tak luput dari pemeriksaannya. Bahkan, ada seorang ibu yang menggendong bayi justru meminta dirinya dulu yang diperiksa karena merasa pernapasannya sudah sangat terganggu.
Sebuah pesawat melintasi landasan pacu yang diselimuti kabut asap di Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru, Riau, Sabtu (21/9).
Kemarin, sudah ada lebih dari 30 kepala keluarga yang datang ke posko hingga siang hari. Saat Republika melihat buku daftar pengunjung, sudah ada 406 kepala keluarga yang datang. Satu kepala keluarga ada yang membawa tiga sampai empat orang anak.
Sekretaris Humas DPW PKS Riau Imron Rosadi mengatakan, warga juga terus berdatangan ke posko pengungsian dan kesehatan kabut asap yang didirikan PKS di Kantor DPW PKS Riau di Jalan Soekarno-Hatta, Kecamatan Marpoyan Damai, Pekanbaru.
Apabila ditotal sejak posko itu didirikan pada Rabu (11/9), sudah ada 1.000 lebih warga yang datang mengungsi. Pengungsi datang silih berganti. “Kalau ditotal, sudah ada 1.000-an lebih warga yang mengungsi ke posko PKS,” ujar Imron kepada Republika. ed: satria kartika yudha