REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- DPP PKB Bidang Ketenagakerjaan dan Migran mengumpulkan buruh industri rokok di Sidoarjo, Jawa Timur, Ahad (22/9). Pada pertemuan tersebut, para buruh meminta pemerintah mempertimbangkan rencana kenaikan cukai rokok.
Itu tak lain karena kenaikan cukai rokok dirasa dapat berdampak secara sistemik terhadap nasib petani tembakau dan tenaga kerja yang terlibat dalam industri hasil tembakau (IHT).
"Namun apabila atas pertimbangan-pertimbangan tertentu tarif cukai tersebut harus dinaikkan, kami mengusulkan agar besaran kenaikannya tidak mencapai 23 persen. Tetapi di kisaran 12 hingga 15 persen," kata Ketua DPP PKB Bidang Ketenagakerjaan dan Migran, Dita Indah Sari seusai pertemuan.
Dita menilai, upaya pemerintah untuk mencegah semakin banyaknya perokok usia dini tidak mesti dilakukan dengan menaikan cukai rokok. Menurutnya bisa dilakukan dengan penguatan edukasi kepada anak-anak agar tidak merokok sebelum usia dewasa, yang menjadi usia diperbolehkannya seseorang untuk merokok.
"Juga pemerintah dapat meningkatkan sosialisasi mengenai dampak merokok dan melakukan penegak hukum terhadap pihak yang melanggar aturan mengenai tata niaga rokok. Bukan dengan serta merta menaikkan harga cukai rokok," ujar Dita.
Dita menilai, kenaikan cukai rokok yang langsung berlipat-lipat secara drastis, juga dapat membawa efek terhadap membanjirnya rokok ilegal di pasaran. Di mana hal tersebut dapat berdampak pada kerugian negara dan petani tembakau nasional
Kenaikan cukai rokok yang sangat besar tersebut juga dirasanya berimplikasi terhadap nasib jutaan tenaga kerja Industri hasil tembakau (IHT). Karena kanaikan cukai rokok dapat menganggu stabilitas industri yang berujung pada PHK masal, serta merugikan rantai distribusi yang berpangkal pada jutaan petani tembakau di seluruh Indonesia.
"Juga meminta pemerintah memperhatikan nasib jutaan petani tembakau dengan memberikan standar harga terendah pembelian tembakau. Tujuannya agar nasib petani tembakau dapat terjamin," kata Dita.
Salah seorang buruh industri rokok, Mustain malah berharap pemerintah tidak menaikan cukai rokok sama sekali. Menurutnya, jika pun menaikan cukai rokok mendesak dilakukan, maka kenaikannya tidak terlalu besar. Bahkan, angka kenaikan 12 persen, masih dirasanya keberatan.
"Kami meminta, kalau bisa gak sampai di angka 12 persen lah. Tahun-tahun lalu aja kan kisarannya di angka 10 persen. Sekarang ada dalih karen tahun kemarin gak naik sekarang harus dirapel ya sistem apa yang dipakai," ujar pekerja di PT Trisakti Purwosari Makmur tersebut.
Mustain menilai, banyak kerugian yang akan dirasakan ketika cukai rokok dinaikan mencapai 23 persen. Dimana pengusaha rokok, pekerja industri rokok, dan petani tembakau, yang akan sangat merasakan dampaknya.
"Kerugiannya banyak. Di dunia tembakau itu kan ada pengusaha, pekerja, petani, kalau nasibnya gak ada jaminan dari pemerintah ya seperti apa? Banyak PHK nanti kita," ujar Mustain.