Ahad 22 Sep 2019 05:21 WIB

MUI Setuju dengan RUU KUHP Tentang Perzinaan

Komisi Hukum MUI Ikhsan Abdullah mengatakan setuju dengan RUU KUHP tentang perzinahan

Rep: Haura Hafizhah/ Red: Bayu Hermawan
LGBT dan Zina di RUU KUHP
Foto: republika
LGBT dan Zina di RUU KUHP

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Hukum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ikhsan Abdullah mengatakan setuju dengan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) terutama tentang pasal perzinahan. Sebab, prinsipnya pasal perzinaan tersebut mengakomadasi nilai-nilai di masyarakat.

"Ya kalau usulan MUI, itu hampir semua diakomodasi. Misalnya perlindung terhadap wanita dan anak-anak. Khususnya tentang pasal-pasal perzinaan, itukan sudah diakomodasi dalam bentuk akomodasinya adalah perzinaan yang diperluas," katanya di Jakarta Pusat, Sabtu (21/9).

Baca Juga

Ikhsan melanjutkan urusan moral tersebut bukan hanya urusan pribadi tetapi urusan moral negara dan urusan pemerintah. Dimana hukum negara harus hadir. Kemudian, kata dia, nilai-nilai ini tidak boleh kering dan jika tidak ada nilai-nilai itu nantinya masyarakat akan memiliki pemikiran liberal.

"Kalau pemikiran kami yang integratif dong, nilai-nilai pribadi agama harus jadi satu kesatuan. Karena nilai itu akan tumbuh di masyarakat dan bagian nilai itu sendiri," kata Ikhsan.

Ikhsan yakin nilai-nilai tentang perzinaan harus masuk ke dalam moral karena prinsipnya perzinaan itu dapat mengakomadasi nilai-nilai di masyarakat. Baik nilai-nilai secara fisik yang ada di dalam masyarakat maupun untuk melindungi wanita dan anak-anak.

Selain itu, Ikhsan juga menghargai keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menunda pengesahan RUU KUHP. Ikhsan menyebut masih banyak pembahasaan yang masih harus dibahas agar tidak ada efek buruk saat RUU KUHP itu sudah disahkan.

Sebelum, RUU KUHP itu disahkan masyarakat harus memahami pasal-pasal yang diatur dalam RUU KUHP tersebut. Masyarakat wajib diedukasi tentang isi dari RUU KUHP tersebut. "Masyarakat perlu diedukasi untuk dipahamkan, itu wajib. Ini masalah sosialisasi. Sehingga banyak pemahamannya yang keliru," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement