REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dirjen Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rasio Ridho Sani mengatakan ada tiga faktor penting yang menyebabkan kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Tiga faktor itu yakni manusia, rusaknya ekosistem gambut, dan faktor cuaca.
"Api nggak mungkin terjadi begitu saja tanpa ada manusianya," ujar Rasio saat diskusi di Cikini, Jakarta, Sabtu (21/9).
Rasio menyebut, manusia bisa berasal dari korporasi maupun masyarakat. Ia menilai kerja keras perlu dilakukan dalam mengubah perilaku korporasi dan masyarakat yang merupakan orang-orang yang ingin mendapat keuntungan secara finansial dengan dengan cara membakar hutan.
"Ada manusia-manusia yang ingin dapat keuntungan melalui proses ekonomi yang mudah dan murah dengan mereka membakar untuk membuka lahan," ucap Rasio.
Rasio menyampaikan, banyak instrumen yang bisa diterapkan untuk melawan praktik pembakaran hutan dan lahan, mulai dari membangun kesadaran sampai penegakan hukum. Poin selanjutnya, kata Rasio, dengan memperbaiki ekosistem gambut.
"Kita harus bangun budaya kepatuhan dari pengawasan, patroli, dan penegakan hukum sangat keras. Soal penegakan hukum sudah kita lakukan termasuk ke korporasi besar," lanjutnya.
KLHK, dia katakan, juga secara konsisten melakukan pengawasan titik api. Rasio merinci sebaran titik api setiap tahun, dari sekira 70 ribu titik api pada 2015 menjadi 2 ribu titik api pada 2016, 3 ribu titik api pada 2017, dan 9 ribu titik api pada 2018.
"Kami melihat dari sistem intelijen yang kami bangun, ada kenaikan titik api pada Juli-Agustus 2019, kami kirim surat peringatan pada perusahaan yang terindikasi," ungkap dia.
Selain itu, KLHK juga meningkatkan kegiatan di lapangan dengan menyegel 52 perusahaan di Kalimantan Barat, Riau, Kalimantan Tengah, Jambi, Sumatra Selatan, dan Kalimantan Timur. "Dari 52 perusahaan kita sudah tetapkan tersangka lima perusahaan. Ini sinyal bagi perusahan lain," kata Rasio.