Jumat 20 Sep 2019 06:03 WIB

Tragedi Asap: Kepulangan Bayi tak Bernama

Asap kebakaran hutan kepulangan bayi tak bernama

Petugas memberikan perawatan medis terhadap korban kabut asap di Puskesmas Cot Seumeureung, Kecamatan Samatiga, Aceh Barat, Aceh, Selasa (30/7/2019).
Foto: Antara/Syifa Yulinnas
Petugas memberikan perawatan medis terhadap korban kabut asap di Puskesmas Cot Seumeureung, Kecamatan Samatiga, Aceh Barat, Aceh, Selasa (30/7/2019).

Oleh: Putra M Akbar, Surya Dinata, Jurnalis Republika

Lasmayani Zega tampak masih tak kuat menopang dirinya sendiri. Di rumah kayunya yang disekat menjadi tiga bagian, sekira setengah jam dari pusat kota Kota Pekanbaru, ia sesenggukan dan sesekali berteriak histeris dalam bahasa ibunya.

Kain bergambar ia gunakan mengusap air matanya yang tak mau berhenti mengucur. Belum lama. Kain masih ia gunakan menggendong bayi pertamanya yang baru lahir empat hari lalu. Bayi laki-laki yang belum sempat diberi nama itu berpulang di tengah kepungan asap akibat kebakaran hutan dan lahan yang menguar di Pekanbaru sejak beberapa bulan lalu.

Kediaman Lasmayani Zega dan suaminya Evan Zendrato bukan mudah dijangkau. Jalan menuju rumah petak pasangan muda itu masih dari tanah dan harus melintasi pabrik pengepulan sampah. Pabrik tempat biasanya Evan Zendrato mengepak sampah-sampah.

Tak jauh di belakang rumah itu, hutan dan kebun sawit luas terkembang. Saat Republika mengunjungi rumah itu pada Kamis (19/9), asap masih membumbung dari hutan tersebut. Serangkai dengan kebakaran-kebakaran hutan dan lahan lain yang terjadi di seantero Riau. Beribu-ribu titik api.

Kedukaan terasa betul di rumah tersebut. Evan Zendrato tak henti mengusap wajah anaknya yang sudah tiada. Ia juga menangis, berusaha menahan diri dari berteriak histeris sembari melakukan ritual keagamaan Kristiani untuk kematian sang anak yang terlalu lekas.

Evan Zendrato berkisah, anaknya lahir dalam keadaan normal dan sehat pada Senin (16/9). Anak dan istri saya normal waktu lahiran kemarin. \"Keduanya dinyatakan sehat oleh bidan," ujarnya. Bayinya lahir dengan berat 2,8 kilogram dan panjang 49 sentimeter.

Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru juga mencatat, bayi itu lahir spontan dan menangis dengan kencang, menandakan kesehatannya. Umur kehamilan juga sudah cukup untuk melahirkan dan kondisi bayi selama pemeriksaan kehamilan juga sehat.

Setelah lahir, keesokan harinya buah hati dan istrinya dibawa pulang ke rumah. Namun, kebahagiaan pasangan itu tak lama. Masalah mulai muncul ketika kabut asap pekat melanda Kota Pekanbaru hingga level berbahaya.

Saat di rumah, dia mengatakan, anaknya mulai batuk dan demam panas hingga mencapai 40 derajat Celsius pada Selasa malam (17/9). Evan mengatakan, dirinya tidak bisa tidur pada malam itu karena anaknya terus merengek menangis, sementara asap makin pekat. Kondisi rumah keluarga tersebut berupa rumah kayu tanpa ada alat pendingin udara (AC).

Keesokan paginya, Evan menghubungi bidan untuk menangani bayinya. Dia mengemukakan bidan sempat memberikan obat penurun panas serta kompres. Upaya itu membuahkan hasil. Demam anaknya turun.

Akan tetapi, kondisi bayinya kembali memburuk sehari setelahnya. Kondisi bayi sempat terlihat bibirnya menghitam serta demam panas. Bahkan, saat diukur suhu tubuh anaknya mencapai 41 derajat Celsius. Selain itu, anaknya juga batuk dan pilek. Evan kembali memanggil bidan untuk memberikan penanganan medis.

Setelah diperiksa, bidan pun meminta agar bayi tersebut dirujuk ke Rumah Sakit Syafira, yang berlokasi di Jalan Jenderal Sudirman. Jarak rumah korban ke rumah sakit sekitar 40 menit lamanya. Saat di perjalanan itulah bayi korban meninggal dunia. Meski telah meninggal, Ervan tetap membawa bayinya ke rumah sakit.

"Kami terus berjalan sampai RS Syafira ditangani dokter sana. Sekitar lima menit, ujungnya tak bisa diselamatkan," ujarnya. "Dokter bilang anak saya terdampak virus akibat kabut asap," ujar Evan. Ia tak bersedia banyak berkomentar setelah itu. “Capek saya…”.

Dalam siaran pers yang dilansir kemarin, Dinas Kesehatan Pekanbaru mengklaim sang bayi bukan meninggal akibat kabut asap. Menurut Plt Kadis Kesehatan kota Pekanbaru M Amin, bayi itu bukan meninggal karena infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). “Namun, bisa diduga akibat penyumbatan saluran napas," kata M Amin, dalam siaran pers kemarin.

Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru juga mengamini kronologi sakit yang diderita sang bayi hingga bidan didatangkan. Namun, menurut pihak Dinkes Kota Pekanbaru, bayi tersebut belum mendapat air susu ibu (ASI) sejak hari pertama kelahiran dan baru disusui pada hari kedua dan ketiga. Menurut Amin, selama bayi disusui tidak disendawakan karena belum pandai cara menyendawakan bayi.

Republika menyaksikan pemakaman penuh duka sang bayi tanpa nama tersebut. Jenazah dimakamkan kemarin siang di TPU Binjai, Kecamatan Tenayan Raya, Pekanbaru. Pemakaman itu juga di tengah-tengah kebun sawit. n antara ed: fitriyan zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement