REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mencabut kasasi soal ganti rugi tanah warga Bidara Cina untuk pembangunan sodetan Kali Ciliwung-Cisadane yang telah dimenangkan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Dengan dicabutnya kasasi ini, Pemprov DKI menyerahkan ganti rugi dan pembangunan sodetan Kali Ciliwung ini ke Pemerintah Pusat, dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan mengatakan, intinya dari pencabutan kasasi ini adalah Pemprov DKI ingin segera menuntaskan pembebasan lahannya. "Dan yang membebaskannya sesungguhnya adalah PUPR, bukan DKI. DKI hanya membantu dengan warganya, proses pembeliannya oleh anggaran pemerintah pusat," kata Anies kepada wartawan di lapangan Silang Monas, Jakarta, Kamis (19/9).
Anies menilai, kalau proses kasasi ini diteruskan, ia khawatir proses di pengadilan jalan terus, maka enggak akan selesai-selesai. Jadi, ia menegaskan, lebih baik mengikuti, menghormati putusan pengadilan, lalu Pemprov DKI akan ikut menjalankan. Tapi, Anies mengakui belum melihat detail soal dimenangkan kasasi serta pencabutan kasasi tersebut. "Detailnya saya harus lihat lagi," ujar dia.
Kasasi Pemprov DKI diajukan pada saat jabatan Gubernur DKI dijabat oleh Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Pengajuan kasasi ini berawal saat PTUN memenangkan warga Bidara Cina atas ganti rugi lahan yang akan digunakan untuk pembangunan sodetan Kali Ciliwung-Cisadane. Pada proses kasasi, PTUN akhirnya mengabulkan banding Pemprov DKI. Tapi, demi segera menuntaskan proyek, Pemprov DKI di bawah Anies memilih mencabut kasasi tersebut.
"Jadi, kita terima keputusan itu, PUPR dan DKI sama-sama. Tidak jadi banding intinya. Jadi, kita menerima keputusan pengadilan dan memutuskan tidak meneruskan proses gugatannya. Jadi, kita terima. Dengan kita terima, maka eksekusi bisa jalan," ujar Anies.
Anies menyampaikan alasan paling logis kasasi Pemprov DKI dicabut agar proyek sodetan Kali Ciliwung-Cisadane segera dibangun, apalagi menjelang musim penghujan. Namun, selama ini yang terjadi sodetan tak kunjung dibuat karena perdebatan masih seputar ganti rugi lahan.
Sementara itu, Dirjen Sumber Daya Air Kementerian PUPR Imam Santoso menyebutkan, proyek sodetan Ciliwung-Cisadane sampai saat ini terhambat pembangunannya karena masalah pembebasan lahan. Padahal, proyek sodetan ini sejatinya harus selesai pada 2015. Total investasi proyek sodetan Ciliwung-Cisadane sebesar Rp 500 miliar dengan sistem multiyear.
"Namun, kontrak tersebut sengaja dihentikan. Karena belum bebas lahannya. Padahal, alatnya sudah ada," kata Imam. Ia menyebut, ada sekitar 215 kepala keluarga yang terdampak sodetan. Total ganti rugi dari seluruhnya senilai Rp 167 miliar.
Proyek sodetan Sungai Ciliwung terhambat pembebasan lahan pada 2015. Warga Bidara Cina melayangkan gugatan atas Surat Keputusan Gubernur Nomor 2779 Tahun 2015. Gugatan ini dilayangkan lantaran adanya perubahan lokasi sodetan dari yang sebelumnya ditetapkan. Masalahnya, perubahan lokasi tersebut dilakukan tanpa pemberitahuan kepada warga yang terdampak penggusuran itu.
Dalam prosesnya, PTUN memenangkan gugatan warga Bidara Cina tersebut. Majelis hakim memeintahkan Pemprov DKI Jakarta untuk menghitung ulang lahan yang dibutuhkan dan membayar ganti rugi kepada warga yang rumahnya sudah telanjur digusur.
Di tingkat banding, pengadilan kembali memenangkan gugatan warga dan Ahok yang menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta pun mengajukan kasasi. Hingga, akhirnya di zaman Anies Kasasi Pemprov DKI tersebut dikabulkan Majelis Hakim. Namun, akhirnya, Pemprov DKI mencabut kembali kasasi sehingga tanggung jawab ganti rugi berada di tangan pemerintah.
Menang gugatan
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memenangkan gugatan PT Manggala Krida Yudha atas izin reklamasi Pulau M di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Dengan kemenangan ini, Pemprov DKI Jakarta mencabut izin reklamasi Pulau M di area Teluk Jakarta.
Kepala Biro Hukum DKI Jakarta Yayan Yuhanah membenarkan gugatan PT Manggala Krida Yudha atas kepemilikan Pulau M ditolak PTUN. Ia menegaskan Pulau M memang belum ada proses pembangunan.
"Karena selama ini status Pulau M yang keluar baru izin prinsip, belum izin pelaksanaan," kata Yayan kepada wartawan, Kamis (19/9).
Yayan menyebut Biro Hukum sebagai kepanjangan Pemprov DKI, juga sedang memperjuangkan beberapa pulau reklamasi lain, seperti Pulau H, agar Pemprov DKI mencabut izin reklamasi pulau tersebut. Optimistis ini setelah Pemprov DKI berhasil memenangkan gugatan dan mencabut izin reklamasi Pulau M.
Biro Hukum, lanjut dia, saat ini dalam proses berjuang semaksimal mungkin memenangkan berbagai gugatan dari beberapa pengembang yang merasa mendapat izin reklamasi beberapa pulau di Teluk Jakarta. Ia yakin, Pemprov DKI akan menang selama pihaknya bisa membuktikan secara administrasi dengan bukti-bukti prosesnya sesuai kewenangannya.
"Kemudian, prosesnya juga harus ditempuh secara benar, tidak melanggar asas-asas yang lain," kata Yayan.
Terkait banding dari gugatan yang kalah dari pihak pengembang, ia menjawab, itu hak masing-masing untuk mengajukan proses hukum lanjutan. Seperti, kalau Pemprov DKI kalah, ia juga akan mengajukan banding. Saling menghargai saja proses hukum yang akan ditempuh oleh masing-masing pihak.