REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono mengatakan dua gempa di wilayah laut Jawa pada Kamis (19/9) terjadi akibat deformasi atau perubahan batuan pada Lempeng Indo-Australia.
"Gempa ini juga menjadi bukti bahwa aktivitas subduksi Lempeng Indo-Australia di kedalaman 500 kilometer di bawah Laut Jawa masih aktif. Di bawah Laut Jawa tersebut Lempeng Indo-Australia menunjam dan menukik curam hingga kedalaman lebih dari 600 kilometer," ungkap Daryono dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Kamis sore (19/9).
Sebelumnya, telah terjadi gempa di wilayah laut Jawa pada pukul 14.06 WIB dan 14.31 WIB pada Kamis, dengan kekuatan masing-masing memiliki magnitudo 6,1 SR dan 6,0 SR dengan jarak episenter 21 kilometer. Gempa itu sangat terasa di daerah Jawa Timur sampai ke Bali.
Gempa jenis dalam atau deep focus earthquake itu berlokasi di laut sekitar 88 km arah timur laut kota Rembang, Jawa Tengah di kedalaman 620 km. Gempa kedua terjadi 75 km timur laut kota Rembang dan terjadi di kedalaman 623 km.
Kedua gempa itu dirasakan getarannya sampai ke Madura, Malang, Denpasar, Mataram, Lombok Barat, Lombok Tengah, dan Sumbawa. Belum ada laporan dampak kerusakan akibat gempa tersebut dan tidak berpotensi tsunami.
Alasan mengapa getaran gempa itu terasa cukup jauh adalah karena hiposenter atau pusat gempa yang dalam sehingga spektrum guncangan dirasakan dalam wilayah yang luas. Gempa dengan kedalaman melebihi 300 km sendiri merupakan fenomena alam yang menarik karena jarang terjadi.
Proses terjadinya gempa hiposenter hingga kini masih misteri. "Ada teori yang menjelaskan kaitannya dengan perubahan sifat kimiawi batuan pada suhu dan tekanan tertentu," ungkap Daryono dalam siaran persnya.
Aktivitas seismik itu, menurut Daryono, terjadi karena adanya pengaruh gaya slab pull yaitu gaya tarik lempeng ke bawah akibat tarikan gravitasi Bumi yang ditandai dengan mekanisme sumber gempa yang berupa sesar turun.