Kamis 19 Sep 2019 16:01 WIB

MK Siap Terima Gugatan UU KPK

MK pasti akan menerima setiap UU yang diuji materi.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Muhammad Hafil
Mahkamah Konstitusi
Foto: Amin Madani/Republika
Mahkamah Konstitusi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman mengaku siap menerima gugatan Undang-undang (UU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sudah direvisi. Menurutnya, setiap undang-undang (UU) yang akan diuji materi (judicial review) di MK pasti akan diterima, disidangkan, dan diputus hakim.

"Pokoknya MK bersifat pasif, jadi kalau ada pengujian Undang-undang apapun itu tidak ada kata lain harus disidangkan. Akan diterima disidangkan dan diputus," ujar Anwar di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta Pusat, Kamis (19/9).

Baca Juga

Ia mengatakan, belum mengetahui mengenai apa yang diuji dan pasal berapa dan bagaimana isi putusannya. Ia menyebutkan, pertimbangan putusan berdasarkan alat baku uji Undang-undang Dasar (UUD).

"Apakah pasal yang ada itu bertentangan dengan Undang-undang Dasar atau tidak, nanti kita lihat dalam persidangan," kata dia.

Anwar melanjutkan, hal tersebut juga berlaku bagi gugatan terhadap Undang-undang lainnya. Mengingat diakhir masa jabatan DPR RI periode 2014-2019, para dewan mengesahkan sejumlah Revisi Undang-undang (RUU) yang kemungkinan akan diuji materi ke MK.

"Ya itu kan dilihat dari apakah bertentangan, batu ujinya atau alat ukurnya itu Undang-undang Dasar, jadi ketika sebuah Undang-undang diuji tentu ada dasar pengujiannya apa. Pasal berapa dalam UUD," jelas Anwar.

Kalangan masyarakat sipil tengah menyiapkan amunisi untuk menggugat Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK yang baru saja direvisi oleh DPR dan pemerintah. Tidak hanya uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK), UU KPK versi revisi juga akan digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

"Ada tiga langkah ya, satu ke PTUN mempermasalahkan pilihan presiden menunjuk Menkumham dan Menpan-RB) membahas UU KPK," kata Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Feri Amsari di Jakarta, Kamis (19/9).

Feri menerangkan, gugatan ke PTUN dilakukan mengingat Surat Presiden (Surpres) yang hanya menunjuk menteri dalam pembahasan revisi UU itu tanpa melibatkan KPK. Menurutnya, KPK seharusnya dilibatkan langsung mengingat pembahasan UU berkaitan langsung dengan lembaga antirasuah tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement