REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Polri memperluas wilayah penanganan dan penegakan hukum terkait bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Mabes Polri memasukkan Kalimantan Timur (Kaltim) sebagai provinsi tambahan penanganan dan penegakan hukum darurat karhutla dari yang sebelumnya di enam wilayah.
Karo Penmas Mabes Polri Brigjen Dedi Prasetyo mengatakan, di Kaltim saat ini penegakan hukum atas bencana karhutla, sudah menetapkan sebanyak 12 tersangka perorangan. “Tambahan untuk penanganan karhutla, ada di Kalimantan Timur. Ada tujuh kasus dengan 12 tersangka perorangan,” kata dia Humas Polri, Jakarta, Rabu (18/9).
Jumlah tersangka itu, menggenapkan 230 orang tertuduh pelaku pembakaran hutan dan lahan dengan cara ilegal yang kini didalami oleh enam kepolisian daerah (Polda). Yakni di Riau, Jambi, dan Sumatera Selatan (Sumsel), serta di Kalimantan Barat, Tengah, dan Selatan. Di Riau sendiri, penegakan hukum terkait karhutla dengan penanganan 45 kasus. Ada 47 tersangka individu dan satu korporasi, yakni PT Sumber Sawit Sejahtera (SSS).
Di Sumsel, kepolisian setempat menetapkan 27 tersangka perorangan, dengan jumlah sementara 18 kasus terkait karhutla. Polda Sumsel juga menetapkan satu tersangka baru dari pihak korporasi, yakni PT Bumi Hijau Lestari (BHL) dan juga menetapkan satu tersangka direktur operasional pengelolaan dan pengawasan lahan, yang berinisial AK. “AK ini bertanggung jawab dalam korporasi yang menyebabkan kelalain sehingga terjadi kebakaran hutan dan lahan,” terang Dedi.
Sedangkan di Jambi, kepolisian setempat menangani 10 kasus terkait karhutla dengan 14 orang tersangka. Di Kalimantan Selatan (Kalsel), ada empat kasus dengan jumlah sementara tersangka sebanyak dua orang. Polda Kalimantan Tengah (Kalteng) menangani 58 kasus karhutla dengan jumlah 66 tersangka perorangan dan satu korporasi, PT Palmindo Gemilang Kencana (PGK). Polda Kamintan Barat (Kalbar), menangai 56 kasus, dengan 62 tersangka individu, dan dua korporasi, PT Surya Argo Palm (SAG), dan PT Sepanjang Inti Surya Usaha (SISU).
Dedi menerangkan, penanganan tersangka individu kepolisian memiliki kompetensi yang matang dalam penanganan. Akan tetapi, terkait keterlibatan korporasi, proses penyidikan melibatkan tim dari Mabes Polri. Kata dia, tim penyidik dari direktorat tindak pidana tertentu, akan melakukan penyidikan lanjutan terkait korporasi tersebut. Akan tetapi, ia menepis anggapan keterlibatan tim Mabes Polri itu untuk melakukan perlindungan terhadap pemilik korporasi.
“Karena terkait korporasi ini, pasal-pasal yang disangkakan itu sangat banyak. Tim penyidik dari direktorat pidana tertentu akan melakukan asistensi,” ujar Dedi. Kata dia, penjeratan pidana terkait korporasi yang melakukan pembakaran hutan, tak bisa dengan menerapkan pasal-pasal konvensional seperti kelalain, ataupun kesengajaan.
Akan tetapi, menurut Dedi, juga menebalkan pasal-pasal pidana terkait dengan izin pengelolaan dan penguasaan lahan, termasuk pasal-pasal pidana yang terangkum dalam undang-undang lingkungan hidup.
Dedi mengungkapkan, terkait penyidikan korporasi yang melakukan pembakaran hutan dan lahan ini, pun kepolisian akan terus melakukan pemantauan. Sebab kata Dedi, kepolisian mencurigai pembakaran hutan dan lahan oleh korporasi itu, dengan tujuan untuk keuntungan pribadi. “Apabila nanti di lahan yang terbakar ini dijadikan lahan industri, itulah nanti yang akan ditindak lanjuti,” terang Dedi.