REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Dosen Ilmu Politik Universitas Paramadina Khairul Umam menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus berhati-hati menyikapi polemik lembaga Korupsi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pasalnya ada kemungkinan kepercayaan masyarakat akan menurun akibat sikap Presiden terkesan tidak mendukung lembaga antirasuah itu.
Menurut Khairul, terdapat post election survey yang menunjukkan KPK dan Presiden merupakan lembaga paling ‘istiqamah’. KPK juga menduduki peringkat teratas sebagai lembaga paling dipercaya oleh publik.
“Kemudian, dalam approver rate itu, kepercayaan kepada Presiden kuat dibandingkan KPK. Secara empirik masyarakat mempercayai Presiden untuk dapat melakukan hal besar untuk Indonesia,” ujarnya dalam diskusi di Kantor Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Rabu (18/9).
Sehingga, kata ia, agar tingkat kepercayaan masyarakat terhadap presiden tidak menurun, Jokowi diminta berhati-hati dalam memberikan statement mengenai revisi UU KPK.
"Presiden sebaiknya hati-hari untuk memainkan narasi terkait KPK jika approver rate-nya tidak jatuh dan kepercayaan masyarakat menurun,” jelas Khairul.
Ia berpandangan, pernyataan Jokowi yang kurang hati-hati dalam menarasikan revisi UU KPK akan berdampak buruk bagi keutuhan bangsa secara jangka panjang. Selain itu, stabilitas ekonomi pun disebutnya akan ikut terdampak.
“Nasi sudah menjadi bubur, saya mengingatkan Istana, presiden itu adalah sebagai nakhoda agenda pemeberantasan korupsi, setiap penindakan yang menyangkut elite di pemerintahannya pasti Presiden diberitahu,” katanya.