Rabu 18 Sep 2019 08:04 WIB

'Apinya di Dalam Gambut Sangat Besar'

Tim pemadaman karhutala berharap hujan segera turun.

Sejumlah petugas Manggala Agni bersama anggota TNI berusaha melakukan pendinginan saat kebakaran hutan di Desa Rimbo Panjang, Kabupaten Kampar, Riau, Selasa (17/9).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah petugas Manggala Agni bersama anggota TNI berusaha melakukan pendinginan saat kebakaran hutan di Desa Rimbo Panjang, Kabupaten Kampar, Riau, Selasa (17/9).

 OLEH: Febrian Fachri, Jurnalis Republika

Sudah 42 hari tim gabungan berjuang memadamkan api di lahan gambut. Namun, 'si jago merah' tak kunjung lenyap. Padam di satu titik, api dengan mudah muncul lagi di lahan gambut lainnya.

Kondisi itu seperti yang terjadi di Desa Rimbo Panjang, Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar, Riau, saat Republika berkesempatan melihat tim gabungan memadamkan karhutla seluas empat hektare di desa itu.

Desa Rimbo Panjang hanya berjarak 14 kilometer dari Kota Pekanbaru. Waktu tempuh sekitar 26 menit dengan menggunakan sepeda motor.

Selama dalam perjalanan, kabut asap terlihat amat pekat. Baunya pun menyengat meski sudah mengenakan masker. Setelah kurang dari setengah jam perjalanan, asap terlihat mengepul tidak jauh dari Jalan Raya Pekanbaru-Bangkinang. Titik api berada di belakang perumahan Marwa, Rimbo Panjang.

Di perumahan tersebut, petugas dari Manggala Agni, TNI, Polri, dan BPBD sedang berjibaku memadamkan api. "Kami siram pakai air yang kami angkut dari kanal. Kanal-kanal di sini sudah kering. Jadi, terpaksa kami angkut pakai tangki dari kanal terdekat di pinggir jalan raya,\" kata Kepala Daop Manggala Agni Pekanbaru, Edwin, kepada Republika, Selasa (17/9).

Petugas gabungan membuat wadah penampung ukuran besar untuk menyetok air yang diangkut dengan tangki. Dari wadah tersebut, petugas menyemprotkan air menggunakan pipa panjang.

Menggunakan bot, masker, helm, dan pakaian oranye, petugas bergantian menyemprotkan air ke pohon dan tanah yang menjadi sumber api. Saat Republika mendekati titik api, lahan yang sudah terbakar terasa bergoyang jika diinjak. Edwin menyebut, lahan yang terbakar adalah lahan gambut yang kedalamannya cukup tinggi.

Api di lahan gambut memang akan sulit dipadamkan. Meski tampak padam di permukaan, api masih menyala di dalam tanah. Petugas pun harus menyemburkan air dalam durasi yang cukup lama ke satu titik api. Petugas harus bergantian memegang selang dan alat pemadam lainnya.

Saat air menyembur tanah yang terbakar, kepulan asap yang keluar semakin tebal. "Apinya di dalam sangat besar, makanya asap langsung banyak begitu kena air,\" ujar Edwin.

Di belakang perumahan Marwa ini, titik api hampir dapat dikendalikan. Edwin mengatakan, timnya akan memadamkan api sampai ke akar-akarnya dengan tanda asap sudah hilang. Kalau masih ada asap, kata dia, berarti api masih 'berpesta' melahap dedaunan, ranting kayu, dan lahan gambut.

Republika kemudian pindah ke titik api lainnya yang berada tidak jauh dari kompleks perumahan Marwa di Rimbo Panjang. Pada titik api kedua ini, kepulan asap masih sangat tebal. Suara api yang tengah membakar hutan terdengar sangat keras. Bau asapnya sangat menyengat.

Edwin mengatakan, setiap hari ada dua regu tim gabungan dengan total 60 personel yang berjuang memadamkan api di Rimbo Panjang. Di titik ini, kebakaran hutan sudah terjadi selama 42 hari.

Setiap hari, tim gabungan memulai upaya pemadaman sejak pukul 08.00 WIB. Edwin mengatakan, pagi hari merupakan waktu paling efektif untuk mendinginkan api. Sebab, suhu masih dingin karena adanya embun sejak tengah malam.

"Kalau sudah siang, api susah dipadamkan. Api semakin besar akibat cuaca panas," ucap Edwin.

Tim gabungan memadamkan api hingga pukul 18.00 WIB. Tim tidak bisa melakukan pemadaman sampai malam. Sejak pukul 17.00 WIB, mereka sudah mulai menggulung selang. Untuk menggulung selang saja, kata Edwin, membutuhkan waktu lebih dari setengah jam. Selang yang sudah terkena air juga sangat berat. Panjang maksimal selang yang mereka kerahkan mencapai 500 meter.

Edwin optimistis dalam beberapa hari ini proses pemadaman tuntas. Ia juga berharap cuaca akan mendukung upaya pemadaman karhutla. Sebab, sudah sangat lama Pekanbaru tak diguyur hujan. "Kalaupun hujan, masih hujan kecil yang merupakan hasil dari hujan buatan."

Karhutla yang terjadi di Desa Rimbo Panjang disebut karena adanya upaya perluasan lahan untuk membangun perumahan oleh pihak swasta. "Pelaku masih dalam penyelidikan kepolisian," kata Edwin.

Ia menambahkan, karhutla disebabkan pembakaran sengaja untuk keperluan bisnis, kelalaian karena sembarangan membuang puntung rokok, dan lahan gambut yang mudah terbakar bila terkena sengatan matahari dalam durasi waktu yang lama.

Eni (42), warga di Kompleks Marwah di Rimbo Panjang, mengatakan, warga tidak ada yang melakukan pembakaran lahan atau lalai dengan api. Karena, jarak kompleks dengan lahan hutan cukup jauh sekira satu-dua kilometer. Namun, Eni mendengar cerita dari orang lain bahwa ada yang sengaja membakar lahan untuk membuka lahan baru untuk membangun perumahan dan perkebunan.

\"Kalau masyarakat yang bakar, saya rasa enggak ada. Kan cukup jauh dan tidak ada keperluan. Dengar-dengar memang ada yang sengaja membakar untuk buka lahan,\" ujar Eni.

Walau sumber api tidak jauh dari kompleksnya, Eni tidak selalu mengenakan masker jika beraktivitas di luar rumah. "Sudah biasa sama kabut asap. Tanpa ada kebakaran hutan saja debu jalanan di depan rumah saya banyak," ucap Eni.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement