Rabu 18 Sep 2019 01:25 WIB

Remisi untuk Napi Teroris, Narkoba, dan Korupsi Harus Ketat

DPR dan pemerintah sepakat revisi UU tentang Pemasyarakatan disahkan.

Anggota Komisi III DPR RI Wihadi Wiyanto.
Foto: dpr
Anggota Komisi III DPR RI Wihadi Wiyanto.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fraksi Partai GerindraDPR RI memberikan persetujuan terkait revisi Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan untuk dibawa dalam pengambilan keputusan Tingkat II. Namun, memberikan catatan terhadap UU tersebut.

"Fraksi Partai Gerindra setuju dengan persyaratan terkait revisi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, yakni pemberian remisi kepada narapidana terorisme, narkoba, dan korupsi harus dilakukan dengan asas kehati-hatian," kata anggota Fraksi Partai Gerindra Wihadi Wiyanto pada Rapat Komisi III DPR RI, Jakarta, Selasa (17/9) malam.

Baca Juga

Hal itu, menurut dia, karena kejahatan narkoba dan terorisme adalah kejahatan luar biasa atau extra ordinary. "Khususnya kepada narapidana narkoba pemberian remisi diberikan kepada pemakai bukan pengedar atau bandar," ujarnya.

Catatan kedua, menurut dia, proses pembinaan yang dilakukan dengan jelas dan transparan terkait pemberian remisi terhadap narapidana teroris, narkoba, dan korupsi untuk mengurangi kelebihan kapasitas di lapas saat ini. Wihadi mengatakan Fraksi Gerindra memandang perlu dilakukan revisi UU Pemasyarakatan agar bisa disesuaikan dengan sistem permasyarakatan dan disesuaikan dengan perkembangan zaman, politik, dan hukum sehingga tidak menimbulkan pelanggaran HAM.

Karena itu, kata dia, perlu dilakukan langkah terobosan dalam sistem pemasyarakatan yang benar-benar menciptakan efek jera kepada pelaku pidana dalam banyak hal yang ditemukan dari substansi hukum, politik, ekonomi, dan budaya. Ia berharap revisi UU Pemasyarakatan memunculkan integrasi sosial dalam sistem kemasyarakatan.

"Karena, seperti yang kita ketahui dengan adanya interaksi sosial dalam pelaksanaan pidana penjara memberikan perhatian yang seimbang antara masyarakat dengan narapidana pelaku pelanggaran hukum dipandang sebagai gejala adanya keretakan hubungan hukum dan masyarakat," katanya.

Dia menilai pembinaan terhadap narapidana harus mendapatkan kesempatan bersosialisasi dalam masyarakat revisi UU. Tujuannya, memperbaiki sistem pembinaan dan penegakan hukum yang dianggap tidak relevan lagi dalam perkembangan zaman problem tentang kelebihan kapasitas lapas maupun rutan harus menjadi tujuan yang dianggap penting.

Rapat Kerja Komisi III DPR dengan perwakilan pemerintah menyetujui revisi UU nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dibawa dalam pengambilan keputusan Tingkat II untuk disahkan menjadi UU.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement