REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kabut asap pekat dari kebakaran hutan dan lahan (karhutla) menjadi faktor yang menghambat proses penguapan sebagai syarat terbentuknya awan. BNPB mengatakan tengah menyiapkan metode menggunakan Kalsium Oksida atau kapur tohor aktif (CaO) untuk mengatasinya.
"Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) berkolaborasi dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan BMKG menerapkan modifikasi teknologi sebagai upaya menghilangkan asap karhutla menggunakan Kalsium Oksida atau kapur tohor aktif (CaO) yang bersifat eksotermis (bersifat mengeluarkan panas)," kata Plt. Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Agus Wibowo seperti dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Selasa (17/9).
Ia menjelaskan, kabut asap pekat dari karhutla menjadi faktor yang menghambat proses penguapan sebagai syarat terbentuknya awan. Asap karhutla tertahan dan malayang di angkasa sehingga sinar matahari tidak tembus ke bumi dan proses penguapan air terhambat.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memantau potensi pertumbuhan awan memang masih sulit terjadi.
Sedangkan upaya penyemaian garam (NaCl) sebagai syarat untuk membuat hujan buatan sendiri dibutuhkan awan yang mencapai minimal 80 persen. Karena itu, pihaknya menggunakan cara baru Kalsium Oksida ini. Ia menjelaskan, kapur tohor ditaburkan di gumpalan asap sehingga dapat mengurai partikel karhutla dan gas. Akibatnya asap hilang dan radiasi matahari bisa menembus ke permukaan bumi.
"Radiasi matahari terhalangi kabut asap, jadi awan susah terbentuk karena penguapan terhambat. Dengan kapur tohor aktif ini diharapkan konsentrasi asap berkurang, awan terbentuk, dan garam bisa ditebar untuk hujan buatan," ujar Kepala Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca BPPT Tri Handoko Seto.
Tri menambahkan, BPPT telah menyiapkan 40 ton kapur tohor aktif yang sudah disiagakan di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur. Setelah mendapat arahan, maka pihaknya bisa menerbangkan kapur tersebut ke beberapa provinsi terdampak karhutla seperti Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Riau, Jambi dan Sumatera Selatan.
Untuk menaburkan kapur tersebut, BPPT akan menggunakan tiga jenis pesawat yakni Cassa 212 dengan kapasitas 800 kilogram, CN 295 dengan kapasitas 2.4 ton dan pesawat Hercules C 130 dengan kapasitas 4-5 ton.
Sebelumnya BNPB menyampaikan permasalahan karhutla tidak bisa hanya ditangani dengan menggunakan pemadaman darat dan udara saja.
Kepala BNPB, Doni Monardo telah menyampaikan bahwa yang menjadi solusi karhutla adalah hujan. Sedangkan BMKG telah memprediksi bahwa musim hujan akan masuk pada pertengahan bulan Oktober.
"Oleh karena itu, hujan buatan harus segera dilakukan untuk mengatasi masalah ini," ujarnya.