Selasa 17 Sep 2019 07:21 WIB

Soal Ibu Kota Baru, Ekonom: Regulasi Lebih Penting

Daripada insentif, pelaku usaha butuh regulasi yang jelas terkait tata kerja sama

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolanda
Pindah Ibu Kota ke Kalimantan.
Foto: republika
Pindah Ibu Kota ke Kalimantan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Ekonomi Universitas Indonesia, Ari Kuncoro, mengatakan, kerja sama pemanfaatan aset negara untuk menghasilkan modal demi pembangunan ibu kota baru sangat dimungkinkan. Aset negara yang saat ini berada di Jakarta cukup prospek untuk dikelola pelaku usaha swasta.

Namun, kata Ari, pelaku usaha membutuhkan regulasi yang jelas mengenai tata cara kerja sama dan bagi hasil. "Tidak perlu insentif, cukup peraturan orang pasti masuk," kata Ari di Jakarta, Senin (16/9).

Baca Juga

Ari menjelaskan, berbagai skema kerja sama antar pemerintah dan swasta akan bergantung pada regulasi yang bakal diterbitkan nantinya. Regulasi yang mengatur ihwal kerja sama pemanfaatan aset negara mesti dituangkan dalam undang-undang yang mendasari pembangunan ibu kota baru.

Karena itu, pihak DPR harus terlibat. Dia meyakini, pelaku usaha swasta akan sangat tertarik untuk mengelola berbagai aset fisik atau Barang Milik Negara (BMN). Terlebih, jika aset fisik yang ada terletak di kawasan Jakarta yang bakal menjadi pusat bisnis.

Namun, sebelum itu semua diteken, pemindahan penduduk dari Jakarta menuju ibu kota baru harus dilakukan secara masif. Itu agar aset-aset fisik di Jakarta yang ditinggalkan bisa dikelola secara optimal.

Ari memastikan, pengelolaan aset negara di Jakarta, utamanya gedung-gedung perkantoran akan sangat menjanjikan jika dijadikan unit bisnis oleh sektor bisnis. "Segala macam aset yang ada bisa digunakan untuk banyak hal oleh swasta. Kan bisa dia sewakan lagi atau dia sulap untuk keperluan lain," ujar dia.

Di tengah adanya ancaman resesi ekonomi global pada tahun 2020, Ari mengatakan, dimulainya pembangunan ibu kota baru pada tahun depan sudah tepat. Ia menilai, kebijakan pembangunan ibu kota baru sejalan dengan kebijakan counter cyclical atau melawan arus agar tidak ikut mengalami pelemahan.

Ari mengatakan, pembangunan ibu kota baru justru akan memperkuat daya tahan ekonomi Indonesia untuk tetap tumbuh di tengah pelemahan global. "Saat ekonomi dunia turun, dalam negeri harus didorong," katanya.

Sebelumnya, Badan Pembangunan dan Perencanaan Nasional (Bappenas/PPN) menyatakan, pemerintah tercatat memiliki valuasi aset fisik senilai Rp 1.123 triliun di wilayah DKI Jakarta. Aset tersebut bakal digunakan pemerintah untuk menghasilkan modal demi pembangunan ibu kota baru di Kalimantan Timur.

Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro, mengatakan, valuasi aset tersebut berdasarkan pendataan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Kementerian Keuangan. Namun, valuasi aset di Jakarta itu masih dalam proses audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"Separuh dari aset itu sekitar Rp 500-600 triliun bisa dioptimalkan untuk dikerjasamakan dalam kerja sama pengelolaan aset," kata Bambang dalam Dialog Nasional Keempat Pembangunan Ibu Kota Baru di Jakarta, Senin (16/9).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement