REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bom sisa Perang Dunia II yang disimpan di gudang penyimpanan bahan peledak kompleks Markas Brimob Polda Jawa Tengah diketahui sudah cukup tua sehingga memiliki sensitivitas yang tinggi.
"Bom-bom sisa peninggalan Perang Dunia II itu adalah bom-bom yang cukup tua kemudian memiliki tingkat sensitivitas cukup tinggi, bisa dipicu oleh udara yang panas," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo, Sabtu (14/9)
Diduga ledakan yang terjadi pada pukul 07.00 WIB itu berawal dari ledakan kecil yang selanjutnya merembet karena terdapat cukup banyak bom sisa Perang Dunia II yang disimpan di gudang itu. Namun, ia mengatakan faktor pemicu ledakan tersebut masih dicek tim penjinak bom dan Indonesia Automatic Fingerprint Identification System (Inafis).
Gudang tersebut menyimpan beberapa jenis bahan peledak sisa Perang Dunia II, antara lain 6 buah mortir besar berukuran 120 cm dengan diameter 60 cm serta 3 buah mortir sedang dengan panjang 75 cm dan diameter 80 cm. Kemudian 8 buah mortir kecil ukuran 30 cm dan diameter 25 cm, sebuah bom ranjau sepanjang 55 cm dan diameter 80 cm.
Dedi Prasetyo mengatakan jajaran Polda Jawa Tengah melakukan sterilisasi dan pendinginan karena diduga masih terdapat sisabahan peledak yang dapat meledak.
"Langkah berikutnya melakukan pendataan kembali apa yang jadi kerusakan dampak dari ledakan," tutur dia.
Gudang penyimpan bahan peledak dan bom hasil temuan masyarakat yang berada di dalam komplek markas kepolisian itu berdekatan dengan rumah warga. Meski bersebelahan langsung dengan permukiman, tidak terdapat korban jiwa dari warga sekitar dalam kejadian itu, tetapi satu personel Brimob Polda Jawa Tengah terluka terkena pecahan kaca.