REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU - Bencana kabut asap menyelimuti Kota Pekanbaru dan Provinsi Riau secara umumnya selama satu bulan terakhir. Sepekan belakangan, kabut asap semakin menebal sehingga jarak pandang di jalanan Pekanbaru juga pendek. Sepekan terakhir, Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru juga meliburkan aktivitas sekolah dan perkuliahan untuk mencegah jatuhnya korban.
Kondisi ini membuat aktivitas perekonomian di Pekanbaru menurun. Hafizah (60) seorang pedagang jilbab di Pekanbaru mengatakan jual beli di tokonya selama sepekan terakhir menurun. Hafiza tidak menyebutkan berapa angka penurunan yang ia alami. Ia menceritakan ada satu hari ketika tokonya sudah buka sejak pagi, baru mendapatkan penglaris (jual beli pertama) pada sore hari.
Hal seperti itu kata Hafizah tidak pernah terjadi sebelum bencana kabut asap datang. Dua hari terakhir, Hafizah juga harus memberi izin dua orang karyawannya untuk tidak masuk kerja karena tidak nyaman dengan kondisi kabut asap.
"Kayaknya hari ini juga tidak buka. Karyawan saya minta libur. Lagian juga pembeli sekarang sepi," kata Hafizah kepada Republika, Sabtu (14/9).
Pedagang kelontong di Jalan Panam, Pekanbaru Afrizal juga mengatakan kondisi yang sama. Ia menyebut tidak hanya tokonya, pertokoan yang lain juga punya nasib yang sama. Pembeli sepi karena warga enggan beraktivitas keluar rumah karena kabut asap. Apalagi di Jalan Panam kata dia jarak pandang terasa pendek.
Afrizal menyebut hari ini sebenarnya kabut asap sedikit menurun dibandingkan empat hari terakhir. Karena diri hari tadi, hujan turun di Pekanbaru walau tidak lama.
"Hari ini tidak setebal kemarin. Tapi tetap aja terlihat tuh kabutnya," ucap Afrizal.
Afrizal menyebutkan cucunya yang duduk di bangku sekolah dasar sudah sepekan tidak masuk sekolah. Afrizal mengaku ngeri bila melihat anak-anak terlebih balita keluar rumah. Karena ia tahu pernafasan anak kecil akan sangat berbahaya bila menghirup debu dan kabut asap hasil kebakaran hutan dan lahan (Karhutla).
Bila dalam beberapa hari ke depan kabut asap semakin memburuk, ia berencana memboyong anggota keluarganya pulang kampung ke Sumatera Barat. Walau Sumbar sebenarnya juga terpapar kabut asap kiriman dari Riau, Jambi dan Sumatera Selatan, setidaknya kata dia lebih baik ketimbang bertahan di Pekanbaru.
"Kami sekeluarga mengkhawtirkan cucu. Yang masih kecil-kecil. Kasihan kalau sampai menghirup kabut asap," kata Afrizal menambahkan.